PENDAHULUAN
Latar Belakang
Upaya membangun
mutu pendidikan terus dilakukan. Baik oleh pemerintah maupun pihak sekolah
sebagai penyelenggara pendidikan. Dalam usaha memenuhi kebutuhan dan tuntutan
masyarakat terhadap mutu pendidikan. Sekaligus sebagai respon terhadap
perubahan kehidupan yang sangat cepat di era globalisasi. Dengan harapan mutu
lulusan pendidikan dapat bersaing dalam pemenuhan kebutuhan kerja, dan
memberikan kesejahteraan bagi keluarga dan masyarakatnya.
Salah satu
kebijakan yang dilakukan pemerintah dalam upaya membangun mutu pendidikan
adalah penerapan manajemen mutu terpadu di sekolah. Suatu pendekatan yang di
adopsi dari dunia industri. Dimana layanan terhadap kepuasan pelanggan menjadi
fokus utama dari pengelolaan perusahaan. Dalam konteks pendidikan, sekolah
dipandang sebagai organisasi yang memberikan layanan jasa pendidikan kepada
siswa dan masyarakat. Sehingga manajemen mutu terpadu dapat dikatakan sebagai
proses pengelolaan sekolah yang berfokus kepada pemenuhan kebutuhan dan
kepuasan siswa dan masyarakat.
Banyak faktor yang mendukung
terhadap keberhasilan penerapan manajemen mutu terpadu. Salah satu faktor
adalah perilaku kepemimpinan. Dalam sebuah organisasi, perilaku kepemimpinan
memiliki peran yang sangat penting dalam mencapai tujuan. Perilaku kepemimpinan
merupakan tindakan-tindakan spesifik seorang dalam mengarahkan dan
mengkoordinasikan kerja anggota kelompok (Mulyadi, 2010: 47). Misal seorang pemimpin organisasi yang selalu memberi
motivasi pada anggotanya akan membuat para anggotanya percaya diri dan berusaha
maksimal dalam mencapai tujuan organisasi.
Pada sistem organisasi
sekolah, kepala sekolah merupakan pemimpin bagi masyarakat sekolah lainnya.
Guru, karyawan, dan siswa. Sebagai pemimpin, maka perilaku kepala sekolah akan
berpengaruh terhadap perilaku masyarakat sekolah lainnya. Perilaku positif dari
kepala sekolah akan memacu guru dan karyawan memberikan perilaku yang positif
dalam mencapai tujuan pendidikan. Sebaliknya, perilaku kepala sekolah yang
negatif merupakan awal dari gagalnya penyelenggaran pendidikan di sekolah
tersebut.
Keberhasilan penerapan
menajemen mutu terpadu di sekolah juga tak lepas dari peran serta kepala
sekolah sebagai pemimpin. Dalam makalah ini akan dipaparkan, bagaimana perilaku
kepemimpinan kepala sekolah yang efektif dalam menerapkan manajemen mutu
terpadu.
Rumusan
Masalah
1. Bagaimana
konsep dasar kepemimpinan?
2. Bagaimana
perilaku kepemimpinan?
3. Bagaimana
konsep manajemen mutu terpadu?
4. Bagaimana
perilaku
kepemimpinan kepala sekolah yang efektif dalam keberhasilan menerapkan
manajemen mutu terpadu?
Tujuan
1. Membahas
konsep dasar kepemimpinan.
2. Membahas
perilaku kepemimpinan
3. Membahas
konsep manajemen mutu terpadu.
4. Memaparkan
perilaku
kepemimpinan kepala sekolah yang efektif dalam keberhasilan menerapkan
manajemen mutu terpadu.
PEMBAHASAN
KONSEP DASAR KEPEMIMPINAN
Pengertian
Kepemimpinan
Kepemimpinan
merupakan salah satu topik penting dalam mempelajari dan mempraktikkan
manajemen. Kepemimpinan berasal dari kata "pimpin" yang berarti tuntun, bina atau bimbing. Pimpin dapat
pula berarti menunjukan jalan yang baik atau benar, tetapi dapat pula berarti
mengepalai pekerjaan atau kegiatan. Dengan demikian, kepemimpinan adalah hal
yang berhubungan dengan proses menggerakkan, memberikan tuntutan, binaan dan
bimbingan, menunjukkan jalan, memberi keteladanan, mengambil resiko,
mempengaruhi dan meyakinkan pihak lain.
Kepemimpinan dapat pula didefinisikan sebagai seni mempengaruhi
dan mengarahkan orang dengan cara kepatuhan, kepercayaan, kohormatan, dan kerja
sama yang bersemangat dalam mencapai tujuan bersama (Rivai, 2003: 3).
Sebagai
besar definisi mengenai kepemimpinan mencerminkan asumsi bahwa kepemimpinan
menyangkut sebuah proses pengaruh sosial yang sengaja dijalankan seseorang
terhadap orang lain untuk menstruktur aktivitas-aktivitas serta
hubungan-hubungan di dalam sebuah kelompok atau organisasi (Usman, 2011: 280).
Komponen Kepemimpinan
Budianto (2011)
mengidentifikasi komponen dalam kepemimpinan, yaitu: (1) Adanya pemimpin dan
orang lain yang di pimpin, (2) Adanya upaya atau proses mempengaruhi dari
pemimpin kepada orang lain melalui berbagai kekuatan, (3) Adanya tujuan akhir
yang ingin di capai bersama dengan adanya kepemimpinan itu, (4) Kepemimpinan
bisa timbul dalam suatu organisasi atau tanpa adanya organisasi tertentu, (5)
Pemimpin dapat di angkat secara formal atau di pilih oleh pengikutnya, (6)
Kepemimpinan berada dalam situasi tertentu baik situasi pengikut maupun
lingkungan eksternal.
Sedangkan Hoy dan Miskel
memberi batasan empat komponen kepemimpinan, yaitu melibatkan orang lain,
mendistribusikan kekuasaan, kemampuan menggunakan berbagai bentuk kekuasaan
untuk mempengaruhi organisasi lain atau pengikut, dan nilai yaitu menyakup
semua sistem yang dapat menciptakan prilaku yang dipimpin (Mulyadi, 2010: 9).
Tipe-tipe Kepemimpinan
G. R. Terry menjelaskan tipe-tipe kepemimpinan sebagai berikut.
1.
Tipe kepemimpinan pribadi (personal
leadership)
Dalam sistem kepemimpinan ini, segala sesuatu tindakan itu
dilakukan dengan mengadakan kontak pribadi. Petunjuk itu dilakukan secara lisan
atau langsung dilakukan secara pribadi oleh pemimpin yang bersangkutan.
2.
Tipe kepemimpinan non pribadi (non personal leadership)
Segala sesuatu kebijaksanaan
dilaksanaan melalui bawahan-bawahan atau non pribadi baik rencana atau perintah
juga pengawasan.
3.
Tipe kepemimpinan otoriter (authoritarian
leadership)
Pemimpin otoriter biasanya bekerja
keras, sungguh-sungguh, teliti, dan tertib. Ia bekerja menurut
peraturan-peraturan yang berlaku secara ketat dan instruksi-instruksi harus
ditaati.
4.
Tipe kepemimpinan demokratis (democratic
leadership)
Kepemimpinan demokratis menganggap
dirinya sebagai bagian dari kelompoknya dan bersama-sama dengan kelompoknya
berusaha bertanggung jawab atas terlaksananya tujuan bersama.
5.
Tipe kepemimpinan paternalistik (paternalistic
leadership)
Kepemimpinan ini dicirikan oleh
suatu pengaruh yang bersifat kebapakan dalam hubungan pemimpin dan kelompok.
Tujuannya untuk melindungi dan memberikan arah seperti halnya bapak kepada
anaknya.
6.
Tipe kepemimpinan menurut bakat (indigenous
leadership)
Kepemimpinan tipe ini timbul dari
kelompok orang-orang informal, dimana mereka berlatih dengan adanya sitem
kompetisi, sehingga bisa menimbulkan klik-klik dari kelompok yang bersangkutan.
Kepemimpinan Efektif
Penelitian tentang kepemimpinan efektif
dan tidak efektif mengemukakan bahwa pemimpin yang efektif tidak berdasarkan
pada sifat manusia tertentu, tetapi pada seberapa jauh sifat seorang pemimpin
dapat mengatasi keadaan yang dihadapinya. Sifat-sifat yang dimiliki pemimpin
efektif antara lain, ketakwaan, kejujuran, kecerdasan, keikhlasan,
kesederhanaan, keluasan pandangan, komitmen, keahlian, keterbukaan, keluasan
hubungan sosial, kedewasaan, dan keadilan (Usman, 2011: 289).
Munning & Curtis dalam Usman (2011:
290) mengukur kepemimpinan efektif dengan indikator:
1. Berdasarkan
fakta
2. Menciptakan
visi
3. Memotivasi
4. Memberdayakan
staf
PERILAKU KEPEMIMPINAN
Pengertian Perilaku
Notoatmodjo
(2003) mendefinisikan perilaku sebagai tindakan atau aktivitas dari manusia itu
sendiri yang mempunyai bentangan yang sangat luas antara lain : berjalan, berbicara,
menangis, tertawa, bekerja, kuliah, menulis, membaca, dan sebagainya.
Pendapat
Skinner, seperti yang dikutip oleh Notoatmodjo (2003), perilaku merupakan
respon atau reaksi seseorang terhadap stimulus atau rangsangan dari luar. Oleh
karena perilaku ini terjadi melalui proses adanya stimulus terhadap organisme,
dan kemudian organisme tersebut merespons, maka teori Skinner ini disebut teori
“S-O-R” atau Stimulus – Organisme – Respon.
Dapat
dikatakan selanjutnya bahwa perilaku adalah keadaan jiwa untuk
berpendapat, berfikir, bersikap, dan lain sebagainya yang merupakan refleksi
dari berbagai macam aspek, baik fisik maupun non fisik.
Perilaku Kepemimpinan
Perilaku
kepemimpinan merupakan pola perilaku yang digunakan seseorang pada saat mencoba
mempengaruhi perilaku orang lain untuk bekerjasama mencapai tujuan tertentu. Pendapat
Hasibuan Malayu (dalam Mulyadi, 2010: 47) tentang perilaku kepemimpinan dalam
melaksanakan tugas-tugas kepemimpinan meliputi aktivitas sebagai berikut.
1. Mengambil
keputusan
2. Mengembangkan
imajinasi
3. Mengembangkan
kesetiaan pengikutnya
4. Pemrakarsa,
penggiatan, dan pengendaian rencana
5. Memanfaatkan
sumber daya manusia dan sumber-sumber lainnya
6. Melaksanakan
kontrol dan perbaikan-perbaikan atas kesalahan
7. Memberikan
tanda penghargaan
8. Mendelegasikan
wewenang kepada bawahannya
9. Pelaksanaan
keputusan dengan memberikan dorongan.
Sementara
Gary Yulk mengidentifikasi empat belas perilaku kepemimpinan yang dikenal
dengan taksonomi manajerial sebagai berikut :
1.
Merencanakan dan mengorganisasi
(planning and organizing)
2.
Pemecahan masalah (problem
solving)
3.
Menjelaskan peran dan
sasaran (clarifying roles and objectifies)
4.
Memberi informasi
(informing)
5.
Memantau (monitoring)
6.
Memotivasi dan memberi
inpirasi (motivating and inspiring)
7.
Berkonsultasi
(consulting)
8.
Mendelegasikan
(delegating)
9.
Memberikan dukungan
(supporting)
10. Mengembangkan
dan membimbing (developing and mentoring)
11. Mengelola
konflik dan tim (managing and team building)
12. Membangun
jaringan kerja (networking)
13. Pengakuan
(recognizing)
14. Memberi
imbalan (rewarding) (Mulyadi, 2010: 49-50).
Perilaku kepemimpinan yang dijabarkan
penting dalam pelaksanaan manajemen organisasi untuk mengarahkan anggotanya
dalam mencapai tujuan dan mutu organisasi.
KONSEP MANAJEMEN MUTU SEKOLAH
KONSEP MANAJEMEN MUTU SEKOLAH
Pengertian
Sekolah
merupakan suatu sistem organisasi yang terdiri dari komponen kepala sekolah,
guru, karyawan, siswa, kurikulum, sarana pra sarana, dan lingkungan. Sebagai
suatu organisasi, maka sekolah memiliki tujuan yang ingin dicapai dengan
melibatkan segala sumber daya, serta berbagai aktivitas yang dikoordinir oleh
kepala sekolah sebagai pemimpin. Kegiatan untuk menggerakkan semua komponen
secara teratur untuk mencapai tujuan sering disebut sebagai manajemen.
Secara
umum manajemen dapat diartikan sebagai upaya sekelompok orang yang bertugas
mengarahkan aktivitas orang lain kearah tujuan yang akan dicapai. Dalam konteks
sekolah, manajemen adalah upaya yang dilakukan pimpinan sekolah untuk
mengarahkan aktivitas semua komponen yang ada ke arah tujuan yang telah
ditetapkan.
Manajemen
mutu terpadu yang diterjemahkan dari Total Quality Management (TQM) dipopulerkan oleh Peter dan Waterman pada tahun 1982 (Usman,
2011: 567). Peter dan Waterman menjelaskan manajemen mutu terpadu sebagai
budaya organisasi yang ditentukan dan didukung oleh pencapaian kepuasan
pelanggan secara terus menerus melalui sistem terintegrasi yang terdiri dari
bermacam alat, teknik, dan pelatihan-pelatihan. Tindakan perbaikan terus
menerus dalam proses organisasi diharapkan akan menghasilkan produk dan
pelayanan yang bermutu tinggi.
Manajemen Mutu Terpadu atau disebut pula
Pengelolaan Mutu Total (PMT) adalah suatu pendekatan mutu pendidikan melalui
peningkatan mutu komponen terkait. M. Jusuf Hanafiah, dkk (1994, dalam Yunus,
2003) mendefinisikan Pengelolaan Mutu Total (PMT) Pendidikan tinggi (bisa pula
sekolah) adalah cara mengelola lembaga pendidikan berdasarkan filosofi bahwa
meningkatkan mutu harus diadakan dan dilakukan oleh semua unsur lembaga sejak
dini secara terpadu berkesinambungan sehingga pendidikan sebagai jasa yang
berupa proses pembudayaan sesuai dengan dan bahkan melebihi kebutuhan para
pelanggan baik masa kini maupun yang akan datang.
Berbeda pemikiran, Edward Sallis (2006)
menyatakan manajemen mutu terpadu sebagai sebuah filosofi tentang perbaikan
secara terus menerus, yang dapat memberikan seperangkat alat praktis kepada
setiap institusi pendidikan dalam memenuhi kebutuhan, keinginan, dan harapan
para pelanggannya, saat ini dan untuk masa yang akan datang. Sedangkan Fandy Tjiptono
& Anastasia Diana (1995) menjelaskan manajemen mutu terpadu sebagai suatu
pendekatan dalam usaha memaksimalkan daya saing melalui perbaikan terus menerus
atas jasa, manusia, produk, dan lingkungan.
Pendapat para ahli walaupun dilihat sekilas
berbeda tetapi memiliki satu kesamaan, yang bermuara pada satu definisi
kesimpulan. Manajemen mutu terpadu adalah cara mengelola lembaga pendidikan dengan
perbaikan yang dilakukan terus menerus atas jasa, manusia, produk, dan
lingkungan dalam rangka memenuhi kebutuhan, keinginan, dan harapan para
pelanggannya, saat ini dan untuk masa yang akan datang.
Karakteristik Manajemen Mutu Terpadu
Goetsch
dan Davis (1994, dalam Fariadi, 2010) mengungkapkan sepuluh karakteristik Manajemen
Mutu Terpadu atau TQM sebagai berikut.
1. Fokus Pada Pelanggan. Dalam TQM, baik pelanggan
internal maupun pelanggan eksternal merupakan driver. Pelanggan eksternal
menentukan kualitas produk atau jasa yang disampaikan kepada mereka, sedangkan
pelanggan internal berperan besar dalam menentukan kualitas manusia, proses,
dan lingkungan yang berhubungan dengan produk atau jasa.
2. Obsesi Terhadap Kualitas. Dalam organisasi yang
menerapkan TQM, penentu akhir kualitas pelanggan internal dan eksternal. Dengan
kualitas yang ditetapkan tersebut, organisasi harus terobsesi untuk memenuhi
atau melebihi apa yang ditentukan tersebut.
3. Pendekatan Ilmiah. Pendekatan ilmiah sangat
diperlukan dalam penerapan TQM, terutama untuk mendesain pekerjaan dan dalam
proses pengambilan keputusan dan pemecahan masalah yang berkaitan dengan
pekerjaan yang didesain tersebut. Dengan demikian data diperlukan dan
dipergunakan dalam menyusun patok duga (benchmark), memantau prestasi, dan
melaksanakan perbaikan.
4. Komitmen jangka Panjang. TQM merupakan
paradigma baru dalam melaksanakan bisnis. Untuk itu dibutuhkan budaya
perusahaan yang baru pula. Oleh karena itu komitmen jangka panjang sangat
penting guna mengadakan perubahan budaya agar penerapan TQM dapat berjalan
dengan sukses.
5. Kerja sama Team (Teamwork). Dalam organisasi
yang menerapkan TQM, kerja sama tim, kemitraan dan hubungan dijalin dan dibina
baik antar karyawan perusahaan maupun dengan pemasok lembaga-lembaga
pemerintah, dan masyarakat sekitarnya.
6. Perbaikan Sistem Secara Berkesinambungan
7. Setiap poduk atau jasa dihasilkan dengan
memanfaatkan proses-proses tertentu di dalam suatu sistem atau lingkungan. Oleh
karena itu, sistem yang sudah ada perlu diperbaiki secara terus menerus agar
kualitas yang dihasilkannya dapat meningkat.
8. Pendidikan dan Pelatihan. Dalam organisasi yang
menerapkan TQM, pendidikan dan pelatihan merupakan faktor yang fundamental.
Setiap orang diharapkan dan didorong untuk terus belajar, yang tidak ada
akhirnya dan tidak mengenal batas usia. Dengan belajar, setiap orang dalam
perusahaan dapat meningkatkan keterampilan teknis dan keahlian profesionalnya.
9. Kebebasan Yang Terkendali. Dalam TQM,
keterlibatan dan pemberdayaan karyawan dalam pengambilan keputusan dan
pemecahan masalah merupakan unsur yang sangat penting. Hal ini dikarenakan
unsur tersebut dapat meningkatkan "rasa memiliki" dan tanggung jawab
karyawan terhadap keputusan yang dibuat. Selain itu unsur ini juga dapat
memperkaya wawasan dan pandangan dalam suatu keputusan yang diambil, karena
pihak yang terlibat lebih banyak. Meskipun demikian, kebebasan yang timbul
karena keterlibatan tersebut merupakan hasil dari pengendalian yang terencana
dan terlaksana dengan baik.
10. Kesatuan Tujuan. Agar TQM dapat diterapkan
dengan baik, maka perusahaan harus memiliki kesatuan tujuan. Dengan demikian
setiap usaha dapat diarahkan pada tujuan yang sama. Namun hal ini tidak berarti
bahwa harus selalu ada persetujuan atau kesepakatan antara pihak manajemen dan
karyawan mengenai upah dan kondisi kerja.
11. Adanya Keterlibatan dan Pemberdayaan Karyawan.
Keterlibatan dan pemberdayaan karyawan merupakan hal yang penting dalam
penerapan TQM. Pemberdayaan bukan sekedar melibatkan karyawan tetapi juga
melibatkan mereka dengan memberikan pengaruh yang sungguh berarti
Prinsip Manajemen Mutu Terpadu
Hensler dan Brunell
(dalam Usman, 2011: 572) menjelaskan empat prinsip utama dalam manajemen mutu
terpadu, antara lain:
1. Kepuasan
pelanggan. Mutu tidak hanya bermakna kesesuain dengan spesifikasi tertentu,
melainkan mutu ditentukan oleh pelanggan. Sebagai unit layanan jasa, maka pelanggan sekolah adalah: 1) Pelanggan
internal : guru, pustakawan, laboran, teknisi dan tenaga administrasi, 2)
Pelanggan eksternal terdiri atas : pelanggan primer (siswa), pelanggan sekunder
(orang tua, pemerintah dan masyarakat), pelanggan tertier (pemakai/penerima
lulusan baik diperguruan tinggi maupun dunia usaha).
2. Respek
terhadap setiap orang. Dalam sekolah bermutu, setiap orang dianggap memiliki
potensi dan merupakan aset atau sumber daya yang paling bernilai.
3. Manajemen
berdasarkan fakta. Setiap keputusan yang dibuat selalu berdasarkan fakta, bukan
pada perasaan atau ingatan semata.
4. Perbaikan
terus menerus. Agar dapat mencapai sukses sekolah perlu melakukan proses
sistematis dalam melaksanakan perbaikan berkesinambungan. Konsep yang berlaku
adalah PDCA, yaitu perencanaan, melaksanakan rencana, memeriksa hasil
pelaksanaan rencana, dan melakukan tindakan korektif terhadap hasil yang
diperoleh.
Komponen Manajemen Mutu Terpadu
Komponen manajemen terpadu dijelaskan
oleh West-Burnham (1997, dalam Usman, 2011: 576) terdiri dari empat komponen
yaitu:
1. Prinsip-prinsip.
Hal-hal yang harus dilakukan warga sekolah dalam mewujudkan visi, misi, tujuan,
sasaran dan policy sekolah. Peranan
kepala sekolah sebagai pimpinan sangat menentukan.
2. Proses.
Upaya yang dilakukan warga sekolahuntuk memuaskan pelanggannya.
3. Pencegahan.
Upaya sekolah untuk menghindari kesalahan sejak awal. Pencegahan lebih baik
dilakukan perbaikan.
4. Manusia.
Warga sekolah yang bekerja secara sinergi dalam suatu manajemen kolegial serta
lebih menekankan pada pentingnya hubungan manusiawi.
Sedangkan Sallis
(2003, dalam Usman, 2011: 577) berpendapat lain, Sallis menyatakan komponen
mutu terdiri dari:
1. Kepemimpinan
dan strategi. Meliputi komitmen, kebijakan mutu, analisis organisasi, misi dan
rencana strategis, serta kepemimpinan.
2. Sistem
dan prosedur. Meliputi efisiensi administratif, pemaknaan data, ISO 9001, dan
biaya mutu.
3. Kerja
tim. Meliputi pemberdayaan, memanaj diri sendiri, kelompok, alat mutu yang
digunakan.
4. Asesmen
diri sendiri. Meliputi assesmen sendiri, monitoring dan evaluasi, survei
kebutuhan pelanggan, dan pengujian standar.
Keempat komponen
tersebut dipengaruhi dan mempengaruhi oleh: 1) lingkungan pendidikan, 2)
pertanggungjawaban, 3) perubahan kultur/budaya, 4) pihak-pihak yang peduli dan
pelanggan.
Langkah-langkah Manajemen Mutu Terpadu
Manajemen
mutu terpadu memberikan kesempatan kepada sekolah untuk mengubah cara-cara
tradisional menjadi sekolah yang memiliki mutu tinggi, integritas tinggi
terhadap aturan, dan komitmen dari semua level (bawah, tengah, atas). Sebab
cara tradisional akan mengalami kesulitan dalam pengembangan dan perubahan
akibat kekakuan dalam setiap keputusan serta kesulitan dalam mengatasi
rintangan. Namun dalam mencapainya dibutuhkan sumber daya manusia yang memiliki
rancangan masa depan, melakukan inovasi dan mau melangkah maju mencapai visi
dan misi sekolah. Dalam hal ini kepala sekolah selaku pimpinan merupakan kunci
yang menjadi motor penggerak dalam memelihara serta memperkuat proses
peningkatan mutu secara terus menerus.n mengetahui elemen mutu diharapkan
penerapan dapat berjalan lancar.
Dalam melaksanakan manajemen mutu terpadu,
terlebih dahulu harus diperhatikan delapan elemen mutu Sashkin dan Kiser (1993,
Usman 2011: 586) yang penting dalam melaksanakan manajemen mutu terpadu, antara
lain: 1) informasi mutu harus digunakan untuk meningkatkan mutu, 2) otoritas
harus seimbang dengan tanggung jawab, 3) tersedia hadiah atas keberhasilan, 4)
kerja sama menjadi basis bukan persaingan, 5) warga sekolah harus aman dalam
bekerja, 6) harus tersedia iklim keterbukaan, 7) gaji/upah harus adil, dan 8)
warga sekolah harus merasa memiliki.
PERILAKU KEPEMIMPINAN KEPALA SEKOLAH YANG EFEKTIF DALAM KEBERHASILAN MENERAPKAN MANAJEMEN MUTU TERPADU
Kepemimpinan
dalam penerapan manajemen mutu terpadu memerlukan dua keterampilan yaitu
keterampilan memimpin dan keterampilan mengelola (kepemimpinan dan manajerial).
Perilaku kepemimpinan dalam melaksanakan keterampilan ini memegang peranan yang
sangat penting untuk penerapan manajemen mutu terpadu. Perilaku kepemimpinan
yang positif dan mendukung terhadap penerapan manajemen mutu terpadu dalam
organisasinya akan lebih mencapai keberhasilan dibandingkan perilaku
kepemimpinan yang hanya memerintahkan bawahan dalam menerapkan perilaku
manajemen mutu terpadu.
Hasil penelitian Douglas &
Hakim (2001), menemukan bahwa sebagian besar pemimpin yang hanya memberikan
pelayanan untuk peningkatan kualitas tanpa ada perilaku yang mendukung,
mengurangi keberhasilan pelaksanaan hasil manajemen mutu terpasu. Sommer dan
Merritt (1994) dan Rad (2005) juga berpendapat tentang perlunya pemimpin
memberikan perhatian terhadap strategi manajemen mutu terpadu karena secara
signifikan perilaku hubungan kepemimpinan dengan perilaku karyawan memiliki
pengaruh terhadap keberhasilan pelaksanaan manajemen mutu terpadu. Perbedaan perilaku
kepemimpinan dan bawahan dalam merumuskan dan melaksanakan kebijakan
manajememen mutu terpadu juga akan terlihat lebih nyata pada pelaksanaan
manajemen mutu terpadu dan kinerja organisasi dalam sektor jasa seperti sekolah
(Al-Swidi, 2011).
Budianto (2011)
menjelaskan untuk mencapai keberhasilan manajemen mutu terpadu, perilaku kepemimpinan
dalam dunia pendidikan (kepala sekolah) harus mencerminkan: (1) fokus pada
pelanggan, (2) fokus pada pencegahan masalah, (3) investasi sumber daya, (4)
memiliki strategi mutu, (5) menyikapi komplain sebagai peluang untuk belajar,
(6) mendefinisikan mutu pada seluru area organisasi, (7) memiliki kebijakan dan
rencana mutu, (8) manajemen senior memimpin mutu, (9) proses perbaikan mutu
melibatkan setiap orang, (10) memiliki fasilitator mutu yang mendorong kemajuan
mutu, (11) karyawan dianggap memiliki peluang untuk menciptakan mutu, (12) kreativitas
adalah hal yang penting, (13) memiliki aturan dan tanggung jawab yang jelas,
(14) memiliki strategi evalusi yang jelas, (15) melihat mutu sebagai sebuah
cara untuk meningkatkan kepuasan pelanggan, (16) rencana jangka panjang, (17) mutu
dipandang sebagai bagian dari budaya, (18) meningkatkan mutu berada dalam garis
strategi imperatif-nya sendiri, (19) memiliki misi khusus, (20) memperlakukan
kolega sebagai pelanggan.
Sementara itu, Tiong (dalam
Usman, 2011: 290) menemukan dalam penelitiannya tentang karakteristik perilaku
kepala sekolah yang efektif antara lain sebagai berikut.
1.
Kepala sekolah yang adil dan tegas dalam mengambil keputusan
2.
Kepala sekolah yang membagi tugas secara adil kepada guru
3.
Kepala sekolah yang menghargai partisipasi staf
4.
Kepala sekolah yang memahami perasaan guru
5.
Kepala sekolah yang memiliki visi dan berupaya melakukan
perubahan
6.
Kepala sekolah yang terampil dan tertib
7.
Kepala sekolah yang berkemampuan dan efisien
8.
Kepala sekolah yang memiliki dedikasi dan rajin
9.
Kepala sekolah yang tulus
10. Kepala sekolah yang percaya
diri
Sedangkan perilaku kepemimpinan yang tidak
efektif antara lain mencerminkan semangat yang rendah, berpandangan sempit,
diktator dan tidak memiliki rasa keterlibatan dalam organisasi.
Jika dikaitkan dengan
karakteristik manajemen mutu terpadu, maka perilaku kepemimpinan kepala sekolah
yang efektif dalam mencapai keberhasilan penerapan manajemen mutu terpadu
berhubungan dengan prinsip utama manajemen mutu terpadu. Dengan kata lain
perilaku kepala sekolah harus menyesuaikan dengan empat prinsip manajemen mutu
terpadu. Penjelasan masing-masing prinsip dan perilaku kepemimpinan kepala
sekolah dijelaskan di bawah ini.
1. Kepuasan pelanggan
Seperti penjelasan
sebelumnya, sekolah memiliki pelanggan internal dan eksternal. Terhadap
pelanggan internal, siswa guru dan staf usaha perilaku kepala sekolah yang
efektif antara lain adil dan tegas dalam mengambil keputusan, memiliki dedikasi
dan rajin, memiliki keterampilan dalam pencegahan masalah, memiliki
strategi mutu dan memiliki strategi evalusi yang jelas. Sedangkan terhadap
pelanggan eksternal perilaku efektif kepala sekolah dapat tercermin melalui
transparansi, pemberi informasi, melihat mutu
sebagai sebuah cara untuk meningkatkan kepuasan pelanggan, dan menyikapi komplain
sebagai peluang untuk belajar.
2. Respek terhadap setiap orang
Prinsip
ini melihat setiap orang dalam sekolah sebagai aset dan memiliki potensi.
Sehingga perilaku kepemimpinan yang efektif dalam mencerminkan prinsip ini
adalah fasilitator, menghargai partisipasi staf, memahami perasaan guru, memberikan
dukungan, melibatkan guru dan staf dalam pengambilan keputusan, mengembangkan
dan membimbing potensi, memotivasi dan memberi inpirasi, mendelegasikan tugas,
dan semua masyarakat sekolah dianggap memiliki peluang untuk menciptakan
mutu.
3. Manajemen berdasarkan fakta
Pada prinsip ini,
perilaku kepemimpinan kepala sekolah yang efektif tertib administrasi sehingga
selalu mengambil keputusan dengan berdasarkan data organisasi yang jelas, bukan
suatu gambaran atau perkiraan. Kepala sekolah juga merencanakan, mengorganisasi
dan melakukan prioritas menggunakan data dan kondisi sumber daya dalam
organisasi.
4. Perbaikan terus menerus
Dalam
mencapai manajemen mutu, maka perubahan adalah hal yang mutlak dilakukan suatu
organisasi seiring dengan perubahan perilaku pelanggan. Maka perilaku
kepemimpinan kepala sekolah yang efektif mencerminkan pemantauan, visioner,
transformasional, rencana jangka panjang, membangun
jaringan kerja dengan pelanggan eksternal, inovatif, dan kreatif.
PENUTUP
Kesimpulan
Manajemen
mutu terpadu adalah cara mengelola lembaga pendidikan dengan perbaikan yang
dilakukan terus menerus atas jasa, manusia, produk, dan lingkungan dalam rangka
memenuhi kebutuhan, keinginan, dan harapan para pelanggannya, saat ini dan
untuk masa yang akan datang.
Keberhasilan
pelaksananaan manajemen mutu terpadu, salah satunya adalah faktor perilaku
kepemimpinan. Perilaku kepemimpinan memiliki korelasi yang signifikan terhadap
perilaku anggotanya dalam melaksanakan manajemen mutu terpadu. Dalam bidang
pendidikan, maka perilaku kepala sekolah berpengaruh kepada guru dan staf dalam
melaksanakan manajemen mutu terpadu. Maka perilaku kepemimpinan kepala sekolah
yang efektif dalam mendukung keberhasilan penerapan manajemen terpadu di
sekolah adalah perilaku yang berdasar pada prinsip utama manajemen mutu
terpadu, yaitu kepuasan pelanggan, respek terhadap semua orang, manajemen
berdasarkan fakta, dan perbaikan terus menerus.
Saran
Penerapan manajemen terpadu di sekolah
sebelumnya harus meminta komitmen dari kepala sekolah sebab komitmen kepala
sekolah akan menentukan perilaku dan tindakan kepala sekolah dalam pelaksanaan
manajemen terpadu di sekolah.
Daftar Pustaka
Al-Swidi, A.K. 2011. Enhancing a Bank‟s competitive advantage through integration of TQM
practices, Entrepreneurial orientation and organizational culture, European
Journal of Social Sciences, 20(2),
Asmani,
Jamal Ma’mur. 2009. Managemen Pengelolaan dan Kepemimpinan Pendidikan
Profesional Panduan Quality Kontrol Bagi Para Pelaku Lembaga Pendidikan. Yogyakarta
: Diva Pres.
Budianto, Nanang.
2011. Kepemimpinan Pendidikan dalam
Total Quality Management, Jurnal
Falasifa. Vol. 2 No. 1
Douglas T.J & Judge W.Q. 2001. Total Quality Management Implementation and
Competitive Advantage: The Role of Structural Control and Exploration.
Academy of Management Journal, 44(1), 158-169
Edward
Sallis. Alih Bahasa Ali riyadi, Ahmad & Fahrurozi. 2006. Total Quality Management in Education: Manajemen Mutu Pendidikan. Yogyakarta:
Irchisod.
Fariadi,
Ruslan. 2010. Total Quality Management
(TQM) dan Implementasinya Dalam Dunia Pendidikan. (online, http://aa-den.blogspot.com/2010/07/total-quality-management-tqm-dan.html,
diakses tanggal 04 Januari 2012).
Mulyadi. 2010. Kepemimpinan
Kepala Sekolah Dalam Mengembangkan Budya Mutu. Malang : UIN Maliki Press.
Notoatmodjo, Soekidjo. 2003. Pendidikan
dan Perilaku Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.
Rad, A.M.M. 2005. A survey of total quality management in Iran Barriers to successful
implementation in health care organizations. Leadership in Health Services,
18(3), 12-35
Rivai,Veithzal.
2003. Kepemimpinan dan Perilaku
Organisasi. Jakarta : Raja Grafindo Persada.
Sommer, S.M. & Merritt, D.E. 1994. The Impact of a TQM Intervention on
Workplace Attitudes in a Health-care Organization, Journal of
Organizational Change Management,7(2), 53 – 62
Tjiptono,
F & Diana, A. 1995. Total Quality
Management. Yogyakarta: Andi Offset
Usman,
Husaini. 2011. Manajemen: Teori, Praktik,
dan Riset Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara
Yunus,
Falah. 2003. Manajemen Peningkatan Mutu
Pendidikan. (online,
http://www.geocities.ws/guruvalah/Manaj_Pening_Mutu_Pend.html,
diakses tanggal 04 Januari 2012).
comment 0 komentar
more_vert~~falkhi~~