Apa yang teman-teman lakukan saat terjebak macet, kepanasan, dan pasti telat berjam-jam untuk hadir ke suatu acara? Panik, bingung, marah, sedih, menyesal, atau masih ada rasa yang lain. Itulah yang saya rasakan saat ini. Saya terjebak macet di jalur Pasuruan - Malang. Lalu, bagaimana cara paling seru menikmati macet ala falkhi? Nikmati kisahnya di bawah ini.
Saya mengikuti acara workshop di Malang pada hari sabtu. Pengumuman di brosur mencantumkan acara dimulai jam 08.30 WIB. Melihat jadwal tersebut, saya akhirnya memutuskan berangkat sabtu pagi. Mengingat ada beberapa tugas yang harus diselesaikan. Untuk mengantisipasi telat, saya merencanakan maksimal harus berangkat jam 5.30 WIB dengan estimasi waktu perjalanan 3 jam menggunakan sepeda motor.
Ternyata, rencana menggunakan motor gagal. Pertama, ibu berkali-kali bilang tidak mengijinkan saya berangkat menggunakan motor. Saya berusaha negosiasi dengan alasan jalur macet. Ibu tetap saja pada keputusannya. Solusi ibu, berangkat lebih pagi, setelah shubuh. Hyaaa... bahkan jam 5 pagi masih gelap dan saya harus melewati hutan jati yang berkelok-kelok. Beberapa waktu lalu juga ada peristiwa penjambretan di daerah hutan tersebut. Duh, ibu... saya ini sendirian, gimana kalau nanti saya diculik. Hiks. Negosiasi alot akhirnya sampai pada keputusan berangkat setelah matahari terbit. Oke. Walaupun dalam hati saya masih berniat untuk naik motor.
Kedua. Dua hari bermain badminton secara asal tanpa pemanasan menyebabkan otot lengan saya ngilu. Saya coba mengatasinya dengan mengoleskan conterpain. Hasilnya tetap. Bagian lengan atas saya terasa ngilu untuk digerakkan. Bagaimana kalau saya mengemudi motor dengan waktu 3 jam dan rawan macet? Bisa tepar sepulang dari Malang. Pfiuh.
Malam sabtu saya coba mencari kendaraan selain bis. Alternatif lain adalah kereta dan travel. Mulai browsing jadwal kereta dan travel. Rupanya tidak ada pemberangkatan pagi. Kereta paling pagi jam 7 dan tiba di Malang jam 10. Sedangkan, travel rata-rata pemberangkatan di atas jam 9 pagi.
Melihat jadwal tersebut, saya akhirnya memutuskan tidak menggunakan travel atau kereta. Alternatif lain agar tidak macet adalah naik bus jurusan Surabaya, turun Pasuruan, lalu menunggu bus jurusan Surabaya-Malang. Fix. Rencana sudah diketok palu.
Sabtu pagi. Saya berangkat jam 5.30 WIB. Tiba diterminal jam 06.00 WIB. Beberapa bus jurusan Surabaya-Madura lewat ketika saya tiba di terminal. Saya bingung akan ikut bus Surabaya atau tetap menunggu bus Malang? Tiba-tiba seorang calo berteriak-teriak memanggil penumpang jurusan Malang. Saya pun berkeyakinan untuk langsung ikut bus Malang. Toh, busnya juga akan berangkat. Tapi rupanya... saya masih menunggu hampir setengah jam. Huaaaa... gimana ini. Saya pun berdoa perjalanan saya lancar.
Probolinggo-Pasuruan lancar. Tidak ada acara ngetem yang lama. Saya pun menikmati perjalanan. Namun, itu ternyata tidak berlangsung lama. Ketika masuk kawasan Purwodadi, bus tiba-tiba berhenti. Kendaraan macet panjang. Penyebabnya adalah sebuah truk yang terguling di badan jalan. Hm...
Bus mulai bergerak pelan-pelan, bahkan beberapa kali berhenti. Saya mulai panik sebab jam sudah menunjukkan pukul 08.00 WIB. Hiyaaa... bagaimana ini? Kepanikan mulai melanda. Apalagi, jarum jam tidak pernah kompromi.
Saya awali dengan novel. Saya membaca novel untuk mengatasi rasa gado-gado akibat macet. Ternyata, hanya bertahan beberapa menit. Panik yang berujung penyesalan mengapa tidak mengendarai motor tiba- tiba menjadi menu wajib di kepala. Argh!
Cara kedua yang saya coba untuk menikmati macet adalah dengan mendengarkan musik. Bermacam genre musik saya dengarkan tapi yang terdengar di telinga hanya suara hati. Kapan kemacetan ini akan berakhir? Kapan kemacetan ini akan berakhir? Kapan kemacetan ini akan berakhir? Hiks.
Saya mencoba mencari cara lain untuk menikmati kemacetan. Sebab, membaca dan mendengarkan terbukti tidak mempan. Tersisa satu cara lagi yang bisa saya lakukan, menulis. Ya, saya membuka note hp dan mulai mengetik. Mengetik kata-kata yang mengganggu di kepala. Saya terus mengetik. Tidak peduli dengan suara dan pemandangan di sekitar. Terus menulis.
Beberapa waktu kemudian bus berhenti di depan gedung. Gedung di pinggir jalan tersebut menuliskan kata TASPEN pada bagian dinding depan. Artinya... saya sudah di Malang. Wow! Saya sudah sampai Malang. Saya berhasil menikmati emosi negatif akibat macet sehingga tidak sadar tujuan sudah di depan mata.
Saya segera menutup note, memeriksa beberapa barang bawaan, dan bergerak ke bagian depan bus. Saya harus segera turun sebelum pos pemberhentian terlewat. Dan, hup! Kaki saya menginjak tanah Malang. Macet? Udah lewat tuh, hehehe.
Jadi, menurut saya cara paling seru yang dapat dilakukan ketika macet adalah menulis. Menulis membuat kita berpikir dan berimajinasi sehingga dapat melupakan kondisi sekitar. Menulis memberikan kesempatan pada hati untuk meluapkan apa yang kita rasa. Menulis membuat kita belajar untuk menikmati segala kondisi. Yuk, kita menulis untuk menikmati macet.
#Probolinggo - Malang
#Malang - Probolinggo
Saya mengikuti acara workshop di Malang pada hari sabtu. Pengumuman di brosur mencantumkan acara dimulai jam 08.30 WIB. Melihat jadwal tersebut, saya akhirnya memutuskan berangkat sabtu pagi. Mengingat ada beberapa tugas yang harus diselesaikan. Untuk mengantisipasi telat, saya merencanakan maksimal harus berangkat jam 5.30 WIB dengan estimasi waktu perjalanan 3 jam menggunakan sepeda motor.
Ternyata, rencana menggunakan motor gagal. Pertama, ibu berkali-kali bilang tidak mengijinkan saya berangkat menggunakan motor. Saya berusaha negosiasi dengan alasan jalur macet. Ibu tetap saja pada keputusannya. Solusi ibu, berangkat lebih pagi, setelah shubuh. Hyaaa... bahkan jam 5 pagi masih gelap dan saya harus melewati hutan jati yang berkelok-kelok. Beberapa waktu lalu juga ada peristiwa penjambretan di daerah hutan tersebut. Duh, ibu... saya ini sendirian, gimana kalau nanti saya diculik. Hiks. Negosiasi alot akhirnya sampai pada keputusan berangkat setelah matahari terbit. Oke. Walaupun dalam hati saya masih berniat untuk naik motor.
Kedua. Dua hari bermain badminton secara asal tanpa pemanasan menyebabkan otot lengan saya ngilu. Saya coba mengatasinya dengan mengoleskan conterpain. Hasilnya tetap. Bagian lengan atas saya terasa ngilu untuk digerakkan. Bagaimana kalau saya mengemudi motor dengan waktu 3 jam dan rawan macet? Bisa tepar sepulang dari Malang. Pfiuh.
Malam sabtu saya coba mencari kendaraan selain bis. Alternatif lain adalah kereta dan travel. Mulai browsing jadwal kereta dan travel. Rupanya tidak ada pemberangkatan pagi. Kereta paling pagi jam 7 dan tiba di Malang jam 10. Sedangkan, travel rata-rata pemberangkatan di atas jam 9 pagi.
Melihat jadwal tersebut, saya akhirnya memutuskan tidak menggunakan travel atau kereta. Alternatif lain agar tidak macet adalah naik bus jurusan Surabaya, turun Pasuruan, lalu menunggu bus jurusan Surabaya-Malang. Fix. Rencana sudah diketok palu.
Sabtu pagi. Saya berangkat jam 5.30 WIB. Tiba diterminal jam 06.00 WIB. Beberapa bus jurusan Surabaya-Madura lewat ketika saya tiba di terminal. Saya bingung akan ikut bus Surabaya atau tetap menunggu bus Malang? Tiba-tiba seorang calo berteriak-teriak memanggil penumpang jurusan Malang. Saya pun berkeyakinan untuk langsung ikut bus Malang. Toh, busnya juga akan berangkat. Tapi rupanya... saya masih menunggu hampir setengah jam. Huaaaa... gimana ini. Saya pun berdoa perjalanan saya lancar.
Probolinggo-Pasuruan lancar. Tidak ada acara ngetem yang lama. Saya pun menikmati perjalanan. Namun, itu ternyata tidak berlangsung lama. Ketika masuk kawasan Purwodadi, bus tiba-tiba berhenti. Kendaraan macet panjang. Penyebabnya adalah sebuah truk yang terguling di badan jalan. Hm...
Bus mulai bergerak pelan-pelan, bahkan beberapa kali berhenti. Saya mulai panik sebab jam sudah menunjukkan pukul 08.00 WIB. Hiyaaa... bagaimana ini? Kepanikan mulai melanda. Apalagi, jarum jam tidak pernah kompromi.
Saya mencoba tenang. Mencari cara paling seru menikmati macet. Agar perjalanan saya tetap menyenangkan.
Saya awali dengan novel. Saya membaca novel untuk mengatasi rasa gado-gado akibat macet. Ternyata, hanya bertahan beberapa menit. Panik yang berujung penyesalan mengapa tidak mengendarai motor tiba- tiba menjadi menu wajib di kepala. Argh!
Cara kedua yang saya coba untuk menikmati macet adalah dengan mendengarkan musik. Bermacam genre musik saya dengarkan tapi yang terdengar di telinga hanya suara hati. Kapan kemacetan ini akan berakhir? Kapan kemacetan ini akan berakhir? Kapan kemacetan ini akan berakhir? Hiks.
Saya mencoba mencari cara lain untuk menikmati kemacetan. Sebab, membaca dan mendengarkan terbukti tidak mempan. Tersisa satu cara lagi yang bisa saya lakukan, menulis. Ya, saya membuka note hp dan mulai mengetik. Mengetik kata-kata yang mengganggu di kepala. Saya terus mengetik. Tidak peduli dengan suara dan pemandangan di sekitar. Terus menulis.
Beberapa waktu kemudian bus berhenti di depan gedung. Gedung di pinggir jalan tersebut menuliskan kata TASPEN pada bagian dinding depan. Artinya... saya sudah di Malang. Wow! Saya sudah sampai Malang. Saya berhasil menikmati emosi negatif akibat macet sehingga tidak sadar tujuan sudah di depan mata.
Saya segera menutup note, memeriksa beberapa barang bawaan, dan bergerak ke bagian depan bus. Saya harus segera turun sebelum pos pemberhentian terlewat. Dan, hup! Kaki saya menginjak tanah Malang. Macet? Udah lewat tuh, hehehe.
Jadi, menurut saya cara paling seru yang dapat dilakukan ketika macet adalah menulis. Menulis membuat kita berpikir dan berimajinasi sehingga dapat melupakan kondisi sekitar. Menulis memberikan kesempatan pada hati untuk meluapkan apa yang kita rasa. Menulis membuat kita belajar untuk menikmati segala kondisi. Yuk, kita menulis untuk menikmati macet.
#Probolinggo - Malang
#Malang - Probolinggo
comment 0 komentar
more_vert~~falkhi~~