Dedaunan sebagai hiasan
Umpatan tiada diberikan di tengah dingin hujan malam
Di panasnya tengah hari tiada keluhan dia beri
Hanya berusaha tetap berdiri dengan kaki mencengkram bumi
Tamparan tiada kau beri
Ketika kami mengencingi tubuh dan keturunanmu
Ketika tubuhmu kami tebas sambil berjingkrak di atas kepala anakmu
Ketika kami memberimu sisa dan kotoran untuk membuatmu terangsang
Tapi seenaknya kami mengambil hasil perjuanganmu tanpa permisi
Andai saja kalian semua meninggal
Matilah kami
Karang Penang, Sampang, 03 Juni 2008, 07:09
Panggil aku I’in
Mengapa juga tak terpikirkan?
Hilang, terbuang dan tersisihkan
Tak akan ada jika saja sadar bahwasanya semua hanya bayangan
Hanya imaji di dalam mata
Sampai di hati muncul keinginan memiliki
Sia-sia karena semua pasti kembali
Jiwa dalam raga sebenarnya tak dipunya
Sangat terbatas terutama raga
Karang Penang, Sampang, 03 Juni 2008, 08:54
Panggil aku I’in
Terdengar golongan yang memanggil dengan sikap
Pastinya aku diajak bersila dan membaca
Dituntun berdiri dan melangkah ke kanan
Membuka mata dan telinga kemudian menggunakan hati
Tapi aku malu dan tak pantas teringat dahulu aku sangat cadas
Terdengar gerombolan datang lagi
Yang mengajari memicingkan mata
Mengajari menutup telinga
Tak sekalipun lupa menyuruh menutup jendela hati
Selalu mengajakku tertawa jika ada yang membaca
Pelukan mereka sangat mesra saat mengajakku berjalan ke kiri
Mereka mampu membuat segalanya terlihat pantas
Sebagai bekal di tempat panas yang sangat kutakuti
Karang Penang, Sampang, 03 Juni 2008, 09:35
Panggil aku I’in
Tak sadar, episode itu tlah …
Usai tanpa tanya
Hanya rasa bergamang nyala
Di usiaku,
Ucapnya menghantam ragu
Padamkan lilinnya…padaku
Karang Penang, 030608, 21:56
Falkhi
Menulislah, karena kau akan temukan dirimu
Mengalir bersama gemulai hurufmu
Menulislah, dan kau akan di kenang, dengan sejuta lelang
Menulislah sebab otakmu tak cukup menyimpan segalanya
Dari penungguanmu kepada Tuhan
Karang Penang, 030608, 22:21
Falkhi
Satu peran kau ambil?
Dalam sandiwara kisah kasih nyata?
Jikalau begitu adanya
Berapa kalimat naskah telah kau ungkap?
Dengan kata atau sikap?
Peran siapa yang member ragu?
Bagian mana dari cerita yang membuat pilu?
Segera saja turun dari panggung sandiwara
Bersamaku sebagai sudut pandang ketiga
Karang Penang, Sampang, 03 Juni 2008, 22:25
Panggil aku I’in
Aku tak ambil bagian di sini,
cukup tersenyum di balik jendela
Karang Penang, 030608, 22:28
Falkhi
Kisah itu telah usai di usiaku, di waktu lalu
Seperti lama janin di kandung ibu
Karang Penang, 030608, 22:35
Falkhi
Ow…apa tanda tanya tentang buaya yang bercumbu dengan kupu-kupu?
Karang Penang, Sampang, 03 Juni 2008, 22:36
Panggil aku I’in
Rahasia umum, cumbuan buaya dan kupu-kupu
Karang Penang, 030608, 22:37
Umpatan tiada diberikan di tengah dingin hujan malam
Di panasnya tengah hari tiada keluhan dia beri
Hanya berusaha tetap berdiri dengan kaki mencengkram bumi
Tamparan tiada kau beri
Ketika kami mengencingi tubuh dan keturunanmu
Ketika tubuhmu kami tebas sambil berjingkrak di atas kepala anakmu
Ketika kami memberimu sisa dan kotoran untuk membuatmu terangsang
Tapi seenaknya kami mengambil hasil perjuanganmu tanpa permisi
Andai saja kalian semua meninggal
Matilah kami
Karang Penang, Sampang, 03 Juni 2008, 07:09
Panggil aku I’in
Mengapa juga tak terpikirkan?
Hilang, terbuang dan tersisihkan
Tak akan ada jika saja sadar bahwasanya semua hanya bayangan
Hanya imaji di dalam mata
Sampai di hati muncul keinginan memiliki
Sia-sia karena semua pasti kembali
Jiwa dalam raga sebenarnya tak dipunya
Sangat terbatas terutama raga
Karang Penang, Sampang, 03 Juni 2008, 08:54
Panggil aku I’in
Terdengar golongan yang memanggil dengan sikap
Pastinya aku diajak bersila dan membaca
Dituntun berdiri dan melangkah ke kanan
Membuka mata dan telinga kemudian menggunakan hati
Tapi aku malu dan tak pantas teringat dahulu aku sangat cadas
Terdengar gerombolan datang lagi
Yang mengajari memicingkan mata
Mengajari menutup telinga
Tak sekalipun lupa menyuruh menutup jendela hati
Selalu mengajakku tertawa jika ada yang membaca
Pelukan mereka sangat mesra saat mengajakku berjalan ke kiri
Mereka mampu membuat segalanya terlihat pantas
Sebagai bekal di tempat panas yang sangat kutakuti
Karang Penang, Sampang, 03 Juni 2008, 09:35
Panggil aku I’in
Tak sadar, episode itu tlah …
Usai tanpa tanya
Hanya rasa bergamang nyala
Di usiaku,
Ucapnya menghantam ragu
Padamkan lilinnya…padaku
Karang Penang, 030608, 21:56
Falkhi
Menulislah, karena kau akan temukan dirimu
Mengalir bersama gemulai hurufmu
Menulislah, dan kau akan di kenang, dengan sejuta lelang
Menulislah sebab otakmu tak cukup menyimpan segalanya
Dari penungguanmu kepada Tuhan
Karang Penang, 030608, 22:21
Falkhi
Satu peran kau ambil?
Dalam sandiwara kisah kasih nyata?
Jikalau begitu adanya
Berapa kalimat naskah telah kau ungkap?
Dengan kata atau sikap?
Peran siapa yang member ragu?
Bagian mana dari cerita yang membuat pilu?
Segera saja turun dari panggung sandiwara
Bersamaku sebagai sudut pandang ketiga
Karang Penang, Sampang, 03 Juni 2008, 22:25
Panggil aku I’in
Aku tak ambil bagian di sini,
cukup tersenyum di balik jendela
Karang Penang, 030608, 22:28
Falkhi
Kisah itu telah usai di usiaku, di waktu lalu
Seperti lama janin di kandung ibu
Karang Penang, 030608, 22:35
Falkhi
Ow…apa tanda tanya tentang buaya yang bercumbu dengan kupu-kupu?
Karang Penang, Sampang, 03 Juni 2008, 22:36
Panggil aku I’in
Rahasia umum, cumbuan buaya dan kupu-kupu
Karang Penang, 030608, 22:37
comment 0 komentar
more_vert~~falkhi~~