JUDUL di atas menimbulkan pertanyaan,siapakah guru itu ? Dalam konteks pendidikan khususnya sekolah sebagai
salah satu lembaga pendidikan formal, guru adalah pendidik di sekolah yang
secara langsung maupun tidak langsung mendapat tugas dari orang tua atau
masyarakat untuk melaksanakan pendidikan. Pendidikan mempunyai banyak definisi,
salah satu diantaranya adalah definisi dari Ki Hajar Dewantara yaitu panggulowenthah yang mengandung makna momong, among, ngemong. Among
(mengembangkan kodrat alam anak dengan tuntunan agar anak didik dapat
mengembangkan hidup batin menjadi subur
dan selamat), momong (mengamat-amati anak agar dapat tumbuh menurut kodratnya),
ngemong (kita harus mengikuti apa yang ingin diusahakan anak sendiri dan
memberi bantuan pada saat anak membutuhkan).
Tugas guru sebagai pendidik adalah menanamkan
sistem-sistem norma tingkah laku
perbuatan yang didasarkan kepada dasar-dasar filsafat yang di junjung
oleh lembaga pendidikan dan pendidik dalam suatu masyarakat (Syafullah,1981).
Dalam tugas ini guru dibantu oleh orang tua sebagai pendidik dalam keluarga dan
pemimpin masyarakat maupun pemimpin agama sebagai pendidik dalam masyarakat. Hal
ini dilakukan karena terbatasnya waktu peserta didik di sekolah sebagai sarana
guru dalam menjalankan tugasnya.
Peserta didik tidak hanya terdiri dari anak-anak usia
sekolah, namun bisa juga orang dewasa sehingga guru harus tahu bagaimana ia
harus mendidik yang terkait juga dengan pesrta didik sebagai makhluk individu, sosial,
susila, dan religius. Sebagai makhluk individu peserta didik diberikan kebebasan untuk mengembangkan potensinya tanpa ada paksaan dari orang lain.
Disini guru menjadi fasilitator bagaimana peserta didik dapat memaksimalkan
potensi yang dimilikinya. Berbeda dengan makhluk individu yang mempunyai
kebebasan maka peserta didik sebagai sebagai makhluk sosial sangat membutuhkan
bantuan dari seorang guru untuk membimbing, mengajari serta menanamkan
norma-norma yang berlaku di masyarakat dan kepercayaan terhadap Tuhan Sang
Pencipta yang merujuk kepada peserta didik sebagai makhluk susila dan makhluk religius.
Terdapat beberapa metode yang dapat dilakukan dalam
mendidik yaitu metode diktatorial, metode liberal dan metode demokratis
(Suwarno,1981). Metode diktatorial bersumber dari teori empiris yang menyatakan
bahwa perkembangan manusia semata-mata ditentukan oleh faktor di luar manusia, sehingga
pendidikan bersifat maha kuasa yang menyebabkan pendidik untuk menentukan
segalanya. Metode liberal bersumber dari teori nativisme yang berpendapat bahwa
perkembangan manusia ditentukan oleh faktor hereditas atau kodrat pada diri
manusia. Pandangan ini menimbulkan sikap bahwa pendidik jangan terlalu banyak
ikut campur terhadap perkembangan peserta didik. Biarkan dia berkembang sesuai
dengan kodratnya secara bebas atau liberal. Metode demokratis bersumber dari
teori konvergensi yang menyatakan bahwa perkembangan manusia itu tergantung
pada faktor dari dalam dan luar. Di dalam perkembangan peserta didik, pendidik
tidak boleh menguasainya tetapi harus bersifat membimbing perkembangannya
seperti asas pendidikan yang dicetuskan Ki Hajar Dewantara yaitu tut wuri
handayani, ing madya mangunkarsa, ing ngarsa sung tuladha, artinya pendidik itu
kadang-kadang mengikuti dari belakang, kadang-kadang harus di tengah
berdampingan dengan peserta didik dan kadang-kadang harus di depan memberi
tauladan.
Metode demokrasi merupakan metode yang baik untuk
digunakan dalam proses mendidik dibandingkan dengan dua metode lainnya. Karena
bagaimanapun tingginya tingkat kecerdasan peserta didik tanpa adanya proses
pendidikan yang baik maka tidak menghasilkan hasil yang maksimal, begitu juga
sebaliknya proses pendidikan yang baik tidak akan mendapatkan hasil yang
maksimal tanpa di dukung oleh kecerdasan peserta didik.
Guru yang mempunyai tugas mendidik di sekolah, tidak
hanya mempunyai peserta didik namun banyak peserta didik dengan tingkat
kecerdasan dan potensi yang berbeda. Untuk menangani hal tersebut guru dapat
menggunakan cara penyampaian yang berbeda-beda pada tiap peserta didik sesuai
dengan kemampuannya serta memotivasi setiap peserta didik untuk mengembangkan
bakat yang dimilikinya dengan memberi pujian, hadiah dan kesempatan untuk
tampil di depan orang lain. Cara penyampaian pada tiap pertemuan pun diusahakan
tidak sama agar para peserta didik tidak merasa jenuh dan bosan dengan
kemonotonan cara penyampaian guru. Dengan cara seperti itu diharapkan setiap
peserta didik akan mendapatkan hasil
yang maksimal.
Uraian di atas merupakan pemahaman saya tentang guru
dan tugas-tugasnya sebagai pendidik. Seandainya saya seorang guru maka saya
akan melakukan apa yang telah saya uraikan. Terlebih lagi di Indonesia yang notabene masyarakatnya berbeda baik dari
segi kultur budaya, agama maupun status sosialnya sehingga metode pendidikan
demokratis dan cara penyampaian yang berbeda-beda menurut saya sangat membantu
keberhasilan peserta didik dalam menempuh pendidika di lembaga pendidikan
formal.
--2006--
comment 0 komentar
more_vert~~falkhi~~