Bruuuk!
“Aaaargh!” Kenny menjerit pelan. Ban sepeda
yang dikendarainya tergelincir karena terantuk batu. Membuat Kenny jatuh terduduk
di tepi jalan, dengan sepeda menindih kaki kirinya. Jalanan sedang sepi. Tidak
ada seorang pun yang lewat untuk dimintai tolong. Akhirnya dengan wajah
meringis, Kenny berusaha bangun.
Kenny memeriksa sekujur tubuhnya, ternyata
tidak ada luka. Hanya goresan kecil pada telapak tangan kiri. Kenny bernapas
lega. Ia melanjutkan kembali perjalanan pulang.
Ibu sedang menyiapkan makan siang waktu Kenny tiba di rumah. Mencium wangi masakan ibu, air liur Kenny menetes. Tanpa disuruh, Kenny segera berganti pakaian dan duduk di meja makan.
“Rupanya anak ibu sedang kelaparan,” goda
ibu pada Kenny.
Kenny hanya tertawa dan mulai menyantap
sepiring nasi yang disodorkan ibu. Sekilas Kenny melirik pada telapak tangan
kirinya yang berhias goresan luka. “Sebaiknya aku tidak memberitahukan pada
ibu. Nanti ayah marah dan melarangku membawa sepeda ke sekolah,” pikir Kenny.
Dua minggu yang lalu, ayah membelikan Kenny
sepeda baru. Sebagai hadiah ulang tahun Kenny yang ke-8. Sepeda berwarna merah
dengan motif garis-garis putih pada rangka besinya. Sangat indah. Dengan sepeda
baru itu, Kenny berkeliling komplek. Semua teman-temannya kagum pada sepeda
Kenny.
Kenny pun berniat memperlihatkan sepeda
barunya pada teman-teman di sekolah, tapi ayah melarang. Sebab jalan ke sekolah
Kenny sangat ramai dan beberapa badan jalan berlubang. Kenny pun tidak putus
asa merayu ayah, sehingga tadi pagi ayah memperbolehkan Kenny menaiki sepeda ke
sekolah. Tentu saja dengan syarat, Kenny harus berhati-hati mengendarai sepeda.
Oleh karena itu, Kenny tidak berani memberitahukan peristiwa jatuhnya dari
sepeda pada ibu.
Setelah makan, Kenny membereskan meja makan
kemudian bergegas ke kamar. Ia menyiapkan buku pelajaran untuk besok kemudian tidur
siang sebab nanti sore ia harus berlatih sepak bola.
Jam menunjukkan pukul tiga sore. Ibu
membangunkan Kenny untuk bersiap-siap ke lapangan. Dengan menggeliat, Kenny
mengucek-ngucek matanya. Ia beranjak turun dari ranjang.
“Uuuh,” Kenny menjerit pelan. Ia memandang
kaki kirinya. Tidak ada luka. Tapi terasa sakit waktu digerakkan. Ia goyangkan
kaki kirinya sekali lagi.
“Sekarang tidak sakit,” ujar Kenny pelan.
“Ah, tidak apa-apa,” Kenny melangkah menuju kamar mandi. Setelah mandi, ia
bersiap-siap dan berpamitan pada ibu.
“Hati-hati, Kenny.”
“Baik, bu,” Kenny menuju samping rumah
untuk mengambil sepeda. Diperjalanan menuju lapangan, kaki kirinya kembali
terasa sakit. Kenny tidak menghiraukan. Ia mengayuh sepedanya lebih cepat, agar
tiba di lapangan tepat waktu.
Teman-temannya sudah banyak datang dan
berkumpul ditengah lapangan. Kenny memarkir sepeda di bawah pohon mangga,
pinggir lapangan. Kemudian berlari bergabung dengan teman-temannya. Sebelum
berlatih bola, pak Garo meminta anak-anak untuk berlari keliling lapangan dua
putaran.
Pada putaran pertama, Kenny masih bisa
menahan rasa sakit di kaki kirinya. Tapi pada putaran kedua, ia sudah tidak
tahan lagi. Kenny berhenti setelah mencapai setengah putaran kedua. Pak Garo
menghampiri Kenny yang duduk meringis kesakitan, memegang kaki kirinya.
“Apa kakimu sakit?” pak Garo berjongkok di
depan Kenny. Kenny hanya mengangguk. Pak Garo memeriksa kaki kiri Kenny.
“Argh,” Kenny menjerit kecil akibat
sentuhan pak Garo.
“Sepertinya kakimu terkilir, kamu tadi
terjatuh?” tanya pak Garo penuh selidik.
Dengan takut-takut Kenny mengangguk. “Tadi sepulang
sekolah, saya jatuh dari sepeda, pak.”
“Pasti itu yang membuat kakimu terkilir.
Sebaiknya untuk hari ini kamu tidak berlatih. Bapak antar kamu pulang. Sepedamu
biar Andi nanti yang mengantar. Ayo!” Pak Garo membangunkan Kenny dan
memapahnya ke tempat parkir.
Sesampai di rumah, ibu terkejut melihat
kedatangan pak Garo yang membonceng Kenny. Ayah yang baru pulang kerja,
langsung menghampiri Kenny. Pak Garo menjelaskan alasannya mengantar Kenny
pulang. Ayah dan ibu mengucapkan terima kasih pada pak Garo yang langsung
kembali ke lapangan untuk melatih bermain bola.
Ayah menggendong Kenny ke kamar. Membaringkannya
di ranjang.
“Kenapa Kenny tidak memberi tahu kalau
jatuh?” tanya ibu pelan sambil melepaskan sepatu Kenny. Kenny hanya meringis.
“Kenny takut ayah marah dan melarang
membawa sepeda ke sekolah,” jawab Kenny takut, tak berani menatap wajah ibu dan
ayah.
“Mulai sekarang, ayah melarang Kenny
membawa sepeda lagi kesekolah,” kata ayah tegas. Kenny menunduk sedih. “Sampai
kaki Kenny sembuh seperti sediakala,” ayah melanjutkan perkataannya. Kenny
menatap wajah ayah.
“Kalau sudah sembuh, Kenny boleh membawa
sepeda ke sekolah. Tapi lain kali Kenny harus berhati-hati dan memberitahukan
kalau jatuh,” jelas ibu.
Kenny bangun dan memeluk ayah yang berdiri
di samping tempat tidur. “Terima kasih, ayah. Kenny janji lain kali akan lebih
berhati-hati.”
“Kenny juga harus belajar bertanggung
jawab. Berani memberitahukan kalau berbuat kesalahan, berani meminta maaf dan
tidak mengulangi perbuatannya,” ucap ibu tersenyum di samping Kenny. Kenny
mengangguk dan memeluk ibu senang.
“Terima kasih, bu. Kenny juga janji akan
belajar bertanggung jawab.”
BT, 040512
comment 0 komentar
more_vert~~falkhi~~