I.
PENDAHULUAN
Salah satu indikator
mutu pendidikan adalah keberhasilan proses pembelajaran. Sebagaimana dinyatakan
pendidikan merupakan proses perubahan untuk perbaikan mutu diri. Baik perubahan
dalam ranah kognitif, psikomotorik maupun afektif. Proses perubahan dan perbaikan dilakukan
dalam proses pembelajaran yang terjadi antara guru dan peserta didik. Sehingga
dapat disimpulkan inti mutu pendidikan berada pada bagaimana keberhasilan proses
pembelajaran yang dilaksanakan.
Untuk
mengetahui hasil dari proses pembelajaran, guru sebagai fasilitator akan
melakukan penilaian. Penilaian merupakan usaha untuk
mendapatkan berbagai informasi secara berkala, berkesinambungan, serta
menyeluruh tentang proses dan hasil dari perkembangan yang telah dicapai
peserta didik melalui program kegiatan belajar (Putra, 2013: 17).
Pembelajaran
dikatakan berhasil jika penilaian hasil belajar yang dilakukan terhadap peserta
didik mencapai atau melebihi standar yang ditetapkan, dalam hal ini nilai KKM
(Kriteria Ketuntasan Minimal). Selain itu keberhasilan pembelajaran berkaitan
dengan respon positif, peningkatan kreatifitas dan perubahan sikap peserta
didik.
Jika seorang
peserta didik mendapatkan nilai hasil belajar sama dengan atau lebih besar dari
nilai KKM maka dikatakan peserta didik tersebut tuntas atau lulus pada materi
pembelajaran yang sudah dilaksanakan. Sedangkan jika tidak, peserta didik
mendapatkan remidi. Semakin banyak peserta didik yang remidi, akan menyimpulkan
proses pembelajaran yang dilakukan guru tidak berhasil. Agar pelaksanaan
pembelajaran berhasil, maka guru harus tepat dalam menentukan rencana proses
pembelajaran.
Rencana proses
pembelajaran yang dilakukan guru salah satunya terkait dengan penentuan model
pembelajaran. Model pembelajaran yang sesuai dengan kondisi dan kemampuan peserta
didik merupakan faktor penting dalam keberhasilan proses pembelajaran. Untuk
mengetahui kondisi dan kemampuan peserta didik, dapat dilakukan dengan cara
menganalisis hasil penilaian yang sudah dilakukan. Hasil tersebut akan menjadi
acuan dalam menentukan model pembelajaran selanjutnya. Dengan kata lain model
pembelajaran yang ditentukan berdasarkan hasil penilaian akan menunjang
keberhasilan proses pembelajaran, dan pada akhirnya akan berdampak pada peningkatan
mutu pendidikan. Sesuai dengan tujuan kajian penulisan makalah ini.
II.
PEMBAHASAN
A.
Pendidikan yang Bermutu
Berdasarkan
Undang-undang No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 1 ayat
1, pendidikan dinyatakan sebagai usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan
suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif
mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan,
pengendalian diri, keperibadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan
yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.
Sementara mutu
atau mutu dalam Peraturan Pemerintah No 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional
Pendidikan mengacu pada input, proses
dan hasil pendidikan. Input pendidikan meliputi sumber
daya manusia dan non manusia yang
harus ada dan tersedia karena dibutuhkan untuk berlangsungnya suatu proses
pendidikan.
Proses
pendidikan berkaitan dengan proses dalam pengambilan keputusan, proses
pengelolaan kelembagaan, proses pengelolaan program, proses pelaksanaan
pembelajaran, dan proses monitoring dan evaluasi. Dimana proses pelaksanaan
pembelajaran memiliki timgkat kepentingan tertinggi dibanding dengan
proses-proses lainnya.
Hasil
pendidikan berupa hasil output dan outcome. Nilai output mengacu pada kinerja sekolah dan prestasi peserta didik yang
tinggi dalam bidang akademik dan non akademik.
Prestasi akademik berupa hasil tes kemampuan akademis, seperti nilai ujian
semester dan nilai ujian nasional. Untuk prestasi non akademik misalnya pada cabang olah raga, seni, dan keterampilan
tambahan tertentu. Kinerja sekolah dapat dilihat dari akuntabilitas yang
dimiliki dan kondisi yang kondusif untuk pembelajaran seperti suasana disiplin,
keakraban, saling menghormati, kebersihan dan sebagainya. Sedangkan nilai outcome dinyatakan
dalam persentase lulusan yang cepat terserap di dunia kerja, memiliki gaji
wajar atau sesuai, dan semua pihak mengakui kehebatan lulusan serta merasa puas
dengan kompetensi yang dimiliki oleh lulusan.
Dalam pandangan
Hari Suderadjat (2005:17) pendidikan yang bermutu adalah pendidikan yang mampu
menghasilkan lulusan yang memiliki kemampuan atau kompotensi, baik kompetensi
akademik maupun kompetensi kejuruan, yang dilandasi oleh kompetensi personal
dan sosial, serta nilai-nilai akhlak mulia, yang keseluruhannya merupakan
kecakapan hidup (life skill). Suderadjat
juga mengemukakan bahwa pendidikan bermutu merupakan pendidikan yang
mampu menghasilkan manusia seutuhnya (manusia paripurna) atau manusia dengan
pribadi yang integral (integrated
personality) yaitu mereka yang mampu mengintegralkan iman, ilmu, dan amal.
Selanjutnya
Zamroni (2007:2) menjelaskan bahwa peningkatan mutu pendidikan merupakan proses
yang sistematis dan dilakukan secara terus menerus terutama dalam peningkatan mutu
proses belajar mengajar dan faktor-faktor yang berkaitan dengan itu, dengan
tujuan target yang telah ditetapkan sekolah dapat tercapai dengan lebih efektif
dan efisien.
Terdapat
beberapa faktor yang mempengaruhi mutu pendidikan, antara lain kurikulum,
kebijakan pendidikan, fasilitas pendidikan, aplikasi teknologi informasi dan
komunikasi dalam dunia pendidikan terutama dalam kegiatan proses belajar
mengajar, aplikasi metode, strategi dan pendekatan pendidikan yang mutakhir dan
modern, metode evaluasi pendidikan yang tepat, biaya pendidikan yang memadai,
manajemen pendidikan yang dilaksanakan secara profesional, dan sumberdaya
manusia yang terlatih, berpengetahuan, berpengalaman dan profesional (Hadis dan
Nurhayati, 2010:3).
Upaya yang
dapat dilakukan dalam usaha meningkatan mutu pendidikan dapat di tempuh dengan
cara meningkatan kompetensi guru dalam pemakaian model, metode, dan strategi mengajar,
meningkatan sarana, dan meningkatkan pengelolaan sekolah dalam pembelajaran. Meningkatkan
kompetensi guru dalam pemakaian model, metode, dan strategi mengajar merupakan
faktor utama dalam upaya peningkatan mutu pendidikan.
B.
Model Pembelajaran
Model
pembelajaran merupakan perencanaan atau suatu pola yang digunakan sebagai
pedoman dalam merencanakan pembelajaran di kelas atau pembelajaran dalam
tutorial. Fungsi model pembelajaran adalah sebagai pedoman bagi para guru dalam
melaksanakan pembelajaran (Trianto, 2010: 51). Sebab dalam model
pembelajaran disajikan bentuk pembelajaran yang akan dilakukan guru dari awal
sampai akhir pembelajaran.
Model
pembelajaran memiliki banyak macam ragam antara lain model pembelajaran
langsung, pembelajaran kooperatif,
pembelajaran berdasarkan masalah, dan pembelajaran latihan inquiry. Adanya berbagai macam model pembelajaran menuntut guru
untuk memahami pola dan keunggulan dari masing-masing model pembelajaran agar
nantinya dapat memilih dengan tepat model yang efektif. Sebab tidak ada model
pembelajaran yang buruk, semua model pembelajaran baik dalam situasi dan
kondisi yang berbeda. Dasar pertimbangan yang dapat digunakan
guru dalam memilih model pembelajaran dalam buku Ilmu dan Aplikasi Pendidikan Bagian 2:
Ilmu Pendidikan Praktis yang ditulis Tim Pengembang Ilmu Pendidikan
FIP-UPI (2007: 125-126), antara lain:
1.
Rumusan tujuan
pembelajaran.
Kegiatan
pembelajaran memiliki target pencapaian yang harus dilakukan. Target tersebut
dituliskan dalam bentuk tujuan pembelajaran. Masing-masing model pembelajaran
memiliki karakteristik pencapaian yang berbeda untuk ranah kognitif,
psikomotorik, dan afektif. Oleh sebab itu guru harus dapat memilih dan memilah
tujuan apa yang ingin dicapai dan disesuaikan dengan model pembelajaran yang
hendak digunakan.
2.
Karakteristik mata pelajaran.
Setiap mata pelajaran memiliki
karakteristik yang berbeda. Baik dari segi konstruk materi, struktur materi
maupun substansi keilmuannya. Dengan demikian guru perlu menyesuaikan model pembelajaran
yang dipilih dengan karakteristik mata pelajaran yang diampu.
3.
Kemampuan peserta
didik.
Pembelajaran dilaksanakan dalam rangka
membelajarkan peserta didik agar dapat mengembangkan potensi dan kemampuan yang
dimiliki secara optimal. Kemampuan peserta didik merupakan hal yang kompleks.
Bukan hanya tingkatan kompetensi pengetahuan melainkan juga terkait dengan
tahap perkembangan, pengalaman belajar, status serta berbagai faktor lain yang
melatarbelakangi. Guru dapat menganalisis kemampuan peserta didik berdasarkan
tahapan konsep pengetahuan Piaget, tahapan perkembangan moral kognitif
Kohlberg, dan tahapan perkembangan motif dari Abraham Maslow. Aspek tersebut
menjadi modal guru dalam menentukan model pembelajaran yang sesuai dengan tahap
perkembangan dan kemampuan peserta didik.
4.
Kemampuan guru.
Kemampuan guru menjadi salah satu faktor pertimbangan dalam
menentukan model pembelajaran, sebab guru tidak bisa mengajarkan atau
melaksanakan model pembelajaran yang belum dikuasai. Keterbatasan ini mengingat
perbedaan kompetensi guru yang dapat disebabkan oleh latar belakang pendidikan,
pelatihan intensif, pengalaman dan faktor internal yang lain.
Selain itu alokasi waktu, bahan pelajaran serta
sumber-sumber belajar yang ada juga harus dperhatikan agar penggunaan model
pembelajaran dapat diterapkan secara efektif dan menunjang keberhasilan
pembelajaran.
Setelah menentukan
model pembelajaran yang sesuai, maka guru juga harus merancang instrumen
penilaian yang dapat merangkum kegiatan peserta didik sesuai dengan tujuan
pembelajaran dan keunggulan model pembelajaran yang digunakan. Seperti
diketahui tujuan pembelajaran meliputi ranah kognitif, afektif dan psikomotor.
Dimana ranah keterampilan (psikomotor) dan sikap (afektif) relatif sulit untuk
diamati, walaupun bisa diukur. Sehingga instrumen penilaian harus benar-benar
dirancang sesuai dengan tujuan pembelajaran dan keunggulan model pembelajaran
yang digunakan. Ketidaktepatan guru dalam menentukan instrumen akan berpengaruh
kepada tidak maksimalnya model pembelajaran yang digunakan.
C.
Penilaian Hasil Belajar
Penilaian
adalah media yang tidak terpisahkan dari kegiatan pembelajaran, karena melalui
penilaian seorang guru akan mendapatkan informasi tentang kefektifan dan
efisiensi semua komponen yang ada dalam proses pembelajaran. Begitu pula dengan
peserta didik yang ingin mengetahui sejauh mana hasil yang dicapai.
Penilaian
dalam konteks hasil belajar didefinisikan sebagai kegiatan menafisrkan data
hasil pengukuran tentang kecakapan yang dimiliki siswa setelah mengikuti
kegiatan pembelajaran (Widoyoko, 2011:31). Hasil Penilaian dapat berupa nilai
kualitatif maupun kuantitatif yang didapatkan dari tes, pengamatan, wawancara, rating scale, maupun angket.
Untuk
mendapatkan hasil penilaian yang baik, maka dalam merencanakan penilaian,
Stiggins melalui Putra (2013:42) menyarankan untuk memperhatikan hal-hal
berikut.
1. Penguasaan
ilmu pengetahuan, termasuk mengetahui dan mengerti
2. Penggunaan
pengetahuan untuk memberi alasan dan memecahkan permasalahan
3. Pengembangan
keterampilan
4. Pengembangan
kemampuan untuk menciptakan produk-produk tertentu yang memenuhi standar
5. Pengembangan
tentang pentingnya pengaturan dan penempatan
Saran
dari Stiggins berkenaan dengan upaya untuk mencapai tujuan penilaian.
Sebagaimana Kellough dalam Swearingen (2006) menjelaskan tujuan penilaian
adalah untuk membantu belajar peserta didik, mengidentifikasi kekuatan dan
kelemahan peserta didik, menilai efektivitas strategi pembelajaran, menilai dan
meningkatkan efektivitas program kurikulum, menilai dan meningkatkan
efektivitas pembelajaran, menyediakan data yang membantu dalam membuat
keputusan, komunikasi dan melibatkan orang tua pendidik.
Selain
itu penilaian pembelajaran berfungsi untuk perbaikan dan pengembangan sistem
pembelajaran yang terdiri dari komponen tujuan, materi, metode, media, sumber
belajar, lingkungan, pendidik dan peserta didik (Arifin, 2013: 19-20). Fungsi
perbaikan akan maksimal jika guru memanfaatkan hasil analisis penilaian sebagai
dasar dalam menentukan sistem pembelajaran selanjutnya. Jika tidak maka hasil
penilaian hanya akan berfungsi sebagai informasi
tentang prestasi atau kinerja peserta didik. Fungsi yang hanya sebatas
informasi tidak akan signifikan berpengaruh terhadap peningkatan mutu
pendidikan. Sebab hanya peserta didik yang diminta melakukan perbaikan terkait
dengan hasil penilaian. Padahal sebenarnya guru ikut berperan dominan dalam
peningkatan mutu pendidikan melalui perbaikan sistem pembelajaran yang
didasarkan atas hasil analisis penilaian yang telah dilaksanakan.
Seperti
pendapat Putra (2013:22) bahwa hakikatnya penilaian hasil belajar
mempermasalahkan bagaimana cara guru dalam melaksanakan pembelajaran. Sejauh
mana peseta didik memahami bahan yang telah diajarkan dan sejauh mana tujuan
kegiatan pembelajaran dapat dicapai.
D.
Menentukan Model Pembelajaran Berdasarkan Hasil
Penilaian
Hasil
penilaian yang dimiliki guru menurut Chittenden dalam Widoyoko (2011:31-32)
hendaknya kemudian diarahkan pada empat hal, yaitu:
1. Penelusuran,
merupakan kegiatan yang dilakukan untuk menelusuri apakah proses pembelajaran
sesuai yang direncanakan atau tidak. Cara yang dapat dilakukan guru dengan
merangkum pencapaian kemajuan peserta didik
2. Pengecekan,
merupakan sarana mencari informasi apakah terdapat kekurangan pada peserta
didik selama proses pembelajaran. Guru harus berusaha memperoleh gambaran
pengetahuan peserta didik, mana yang sudah dikuasai, dan mana yang belum
dikuasai.
3. Pencarian,
merupakan proses mencari dan menemukan penyebab kekurangan yang muncul selama
proses pembelajaran. Dengan cara ini guru dapat segera mencari solusi atas
permasalahan yang timbul selama proses pembelajaran.
4. Penyimpulan,
merupakan kegiatan menyimpulkan tingkatan pencapaian belajar yang telah
dimiliki peserta didik. Hasil penyimpulan dapat digunakan sebagai laporan
kemajuan peserta didik bagi peserta didik, sekolah, orang tua, maupun pihak
lain yang membutuhkan.
Laporan kemajuan peserta didik pada dasarnya adalah
fungsi umpan balik dari hasil penilaian. Sebagaimana penjelasan Suharsimi
(2008: 6-8) yang menyatakan umpan balik penilaian hasil belajar peserta didik
diperlukan bagi guru, peserta didik, dan sekolah karena memiliki makna penting
antara lain sebagai berikut.
1. Bagi
siswa: mengetahui tingkat keberhasilan mengikuti pembelajaran.
2. Bagi
guru : mengetahui peserta didik yang dapat melanjutkan pelajaran dan peserta
didik yang mendapat program remidial, mengetahui ketepatan materi pembelajaran
yang diberikan, dan mengetahui ketepatan strategi pembelajaran yang diberikan.
3. Bagi
sekolah: mengetahui capaian kondisi belajar dan kultur akademik yang diciptakan
sekolah, mengetahui posisi sekolah pada pelaksanaan standar nasional
pendidikan, dan dapat dijadikan pertimbangan dalam menyusun program pendidikan
untuk tahun yang akan datang.
Umpan
balik yang berperan paling utama dalam peningkatan mutu pendidikan adalah umpan
balik bagi guru. Sebab hasil penilaian bagi guru salah satunya berfungsi
sebagai dasar dalam menentukan keputusan pengajaran (Putra, 2013: 23). Dalam
hal ini keputusan pengajaran juga menyangkut bagaimana model pembelajaran yang
akan digunakan dalam pelaksanaan pembelajaran selanjutnya.
Menggunakan
model pembelajaran yang sesuai bagi kondisi psikologis dan fisiologis peserta
didik merupakan kompetensi yang harus dikuasai guru untuk mendukung keberhasilan
pembelajaran. Seperti yang dinyatakan oleh Sardiman A. M. (2004 : 165), bahwa guru yang kompeten adalah guru yang
mampu mengelola program pembelajaran. Mengelola pembelajaran antara lain menguasai
keterampilan dasar mengajar, seperti membuka dan menutup pelajaran,
menjelaskan, menvariasi media, bertanya, memberi penguatan, menerapkan strategi
pembelajaran, teori belajar dan pembelajaran, serta melaksanakan pembelajaran
yang kondusif.
Pendapat yang sama dikemukakan oleh Colin Marsh
(1996 : 10) yang menjelaskan bahwa guru harus memiliki kompetensi mengajar, memotivasi
peserta didik, membuat model instruksional, mengelola kelas, berkomunikasi,
merencanakan pembelajaran, dan mengevaluasi. Semua kompetensi tersebut
mendukung keberhasilan guru dalam mengajar.
Dengan demikian sudah selayaknya untuk
mendukung keberhasilan pembelajaran, guru menggunakan data penilaian hasil
belajar untuk membuat berbagai keputusan yang menyangkut kelayakan pengembangan
isi, ketertarikan peserta didik akan isi pelajaran, efektivitas kegiatan
pembelajaran dalam menghasilkan hasil belajar yang diharapkan serta pemahaman
dan kemampuan peserta didik (Putra, 2013:43).
Efektivitas kegiatan pembelajaran berkaitan
dengan bagaimana model pembelajaran yang digunakan oleh guru untuk membuat
peserta didik tertarik mengikuti keseluruhan proses pembelajaran. Daya tarik
pembelajaran merupakan langkah awal untuk membuat peserta didik fokus pada isi materi yang
disampaikan dalam proses pembelajaran. Peserta didik yang fokus pada
pembelajaran akan lebih mudah memahami pelajaran. Jika peserta didik memiliki
pemahaman yang baik, maka penilaian hasil belajar yang diperoleh peserta didik
akan tinggi. Dengan kata lain pelaksanaan pembelajaran berhasil dan tujuan
pembelajaran tercapai. Oleh sebab itu memanfaatkan hasil penilaian untuk menentukan model
pembelajaran selanjutnya merupakan cara yang efektif untuk meningkatkan
keberhasilan pembelajaran. Sebagaimana telah diketahui hasil belajar yang dicapai peserta
didik merupakan akibat dari proses pembelajaran yang telah ditempuh sebelumnya.
Namun sebelumnya guru juga harus melakukan keseluruhan proses penilaian
hasil belajar dengan cermat, mulai dari penyusunan instrumen, pelaksanaan tes,
pengolahan, sampai pada penetapan hasil akhir. Hasil akhir inilah yang dapat
dimanfaatkan dalam menentukan model pembelajaran selanjutnya.
Model pembelajaran selanjutnya dipilih
berdasarkan nilai hasil akhir yang telah ditetapkan guru. Yakni berapa jumlah
persentase peserta didik yang tuntas dan berapa jumlah persentase peserta didik
yang remidi. Jika jumlah peserta didik yang remidi lebih banyak dibandingkan
peserta didik yang tuntas, maka untuk selanjutnya guru dapat menggunakan proses
pembelajaran dengan jenis model pembelajaran kooperatif.
Pembelajaran kooperatif merupakan model pembelajaran
yang memungkinkan peserta didik untuk saling berinteraksi dan bekerja sama
untuk mencapai tujuan khusus atau menyelesaikan suatu tugas. Selain itu pembelajaran kooperatif merujuk pada berbagai
macam metode pengajaran dimana para peserta didik bekerja dalam
kelompok-kelompok kecil untuk saling membantu satu sama lainnya dalam
mempelajari materi pembelajaran (Slavin, 2008). Dengan demikian peserta didik
dengan kompetensi tinggi dapat membantu peserta didik yang memiliki kompetensi
rendah. Sedangkan peserta didik yang memiliki kemampuan rendah akan termotivasi
untuk belajar dengan adanya bantuan dari peserta didik yang berkemampuan
tinggi. Saling memberi masukan di antara peserta didik untuk mengembangkan
pengetahuan, sikap, nilai, dan moral, serta keterampilan yang ingin
dikembangkan dalam pembelajaran akan berdampak pada keefektifan dalam mencapai
tujuan pembelajaran.
Jika hasil
penilaian yang dilaksanakan guru mencantumkan jumlah persentase peserta didik
yang tuntas lebih banyak dibandingkan peserta didik yang remidi. Maka jenis model
pembelajaran selanjutnya yang dapat dipilih guru adalah model pembelajaran latihan
inquiry.
Model
pembelajaran latihan inquiry dirancang
untuk membantu siswa mengembangkan keterampilan dan langkah-langkah kegiatan
ilmiah, kemampuan mengajukan pertanyaan dan mencari jawaban yang berakar pada
rasa ingin tahunya (Imron, 2011:170). Guru dalam hal ini berfungsi sebagai
fasilitator pembelajaran. Membantu dan mengarahkan peserta didik agar dapat
mendapatkan pengetahuan dan pemahaman terhadap materi pembelajaran sesuai
dengan tujuan pembelajaran yang ditetapkan.
Menentukan
model pembelajaran berdasarkan hasil penilaian seperti di atas akan lebih
efektif dan efisien karena guru telah mengetahui kondisi dan kemampuan peserta
didik, selain pokok kompleksitas materi yang akan dipelajari. Model
pembelajaran yang tepat sesuai dengan kondisi dan kemampuan peserta didik akan
menunjang keberhasilan pelaksanaan pembelajaran. Keberhasilan pelaksanaan
pembelajaran merupakan salah satu indikator mutu pendidikan.
III. PENUTUP
Mutu pendidikan
mengacu pada input, proses dan hasil
pendidikan. Dalam konteks proses, mutu pendidikan terwakili dalam mutu
pelaksanaan pembelajaran. Mutu pembelajaran berkaitan dengan
keberhasilan guru dalam menerapkan model pembelajaran yang sesuai bagi kondisi
psikologis dan fisiologis peserta didik.
Kondisi peserta
didik, karakteristik pelajaran, bahan pelajaran, tujuan pembelajaran, kemampuan
guru serta sumber-sumber belajar yang ada merupakan aspek yang harus diperhatikan
agar penggunaan model pembelajaran dapat diterapkan secara efektif dan menunjang keberhasilan
pembelajaran. Untuk mengetahui kondisi dan kemampuan peserta didik
dapat dilakukan dengan menganalisis hasil penilaian belajar. Sebagaimana salah
satu fungsi penilaian yakni fungsi perbaikan. Fungsi perbaikan dari penilaian
pembelajaran akan maksimal jika guru memanfaatkan hasil analisis penilaian
sebagai dasar dalam menentukan sistem pembelajaran selanjutnya, salah satunya dalam
menentukan model pembelajaran.
Menentukan
model pembelajaran berdasarkan hasil penilaian yang telah dilakukan akan
membuat pelaksanaan pembelajaran lebih efektif dan efisien. Sehingga dapat menunjang
keberhasilan pelaksanaan pembelajaran dan meningkatkan mutu pendidikan. Sebab keberhasilan
pelaksanaan pembelajaran merupakan salah satu indikator mutu pendidikan.
Daftar pustaka
Arifin, Zainal.
2013. Evaluasi Pembelajaran. Bandung:
PT Remaja Rosdakarya.
Colin Marsh. (1996). Handbook for beginning
teachers. Sydney : Addison Wesley Longman Australia Pry Limited.
Hadis, Abdul
dan Nurhayati. 2010. Manajemen Mutu Pendidikan. Bandung: Alfabeta.
Imron, Ali.
2011. Supervisi Pembelajaran Tingkat
Satuan Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.
Putra, Sitiatava.
Rizema. 2013. Desain Evaluasi Belajar
Berbasis Kinerja. Jogjakarta: DIVA Press
Slavin, Robert E.
2008. Cooperative learning : Teori,
Riset, dan Praktik. Bandung: Nusa Media
Suderadjat, Hari.
2005. Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah (MPMBS) Peningkatan Mutu
Pendidikan Melalui Implementasi KBK. Bandung : Cipta Cekas Grafika.
Suharsimi,
Arikunto. 2008. Dasar-dasar Evaluasi
Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.
Swearingen, R. 2006. A Primer: Diagnostik, Formative &
Summative Assesment. (online, http://www.mmrwsjr.com/assesment.html, diunduh 06 Mei 2013).
Tim Pengembang Ilmu
Pendidikan FIP-UPI. 2007. Ilmu dan
Aplikasi Pendidikan Bagian 2: Ilmu
Pendidikan Praktis. Bandung: Imtima.
Trianto. 2010. Mendesain
Model Pembelajaran Inovatif-Progresif. Jakarta : PT. Kencana Prenada Media Group
Widoyoko, Eko. Putro.
2011. Evaluasi Program Pembelajaran:
Panduan Praktis bagi Pendidik dan Calon Pendidik. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar.
Zamroni. 2007 . Meningkatkan Mutu Sekolah.
Jakarta : PSAP Muhamadiyah
comment 0 komentar
more_vert~~falkhi~~