Akhirnya setelah menunggu beberapa waktu, aku bisa
menonton film 99 Cahaya di Langit Eropa. Sebuah film adaptasi dari novel Hanum
dan Rangga dengan judul yang sama, 99 Cahaya di Langit Eropa. Mau tahu reviewku tentang film 99 Cahaya
di Langit Eropa? Baca aja lanjutan tulisan ini.
Sumber: indosinema.com |
Sumber: klimg.com |
Sebenarnya alasan utamaku menonton film ini adalah
kilas jejak sejarahnya. Seperti yang dikisahkan dalam novel (Resensi novel 99
Cahaya di Langit Eropa bisa dibaca disini). Beberapa tempat sejarah yang
ditampilkan dalam novel, benar-benar membuatku ingin melihat dengan mata kepala
sendiri. Sayangnya tempat-tempat itu berada di Eropa. Sangat jauh dan belum
dapat terjangkau. Sehingga cara yang memungkinkan melihat keajaiban peninggalan
sejarah yang diceritakan dalam novel hanya dengan menonton filmnya. Apalagi pemberitaan
menyebutkan syuting film 99 Cahaya di Langit Eropa di tempat aslinya, alias negara
Eropa.
Sumber: detik.com |
Lalu apakah keinginanku terwujud hanya dengan
menonton film? Menurutku iya. Film 99 Cahaya di Langit Eropa banyak memberikan gambaran
sejarah peninggalan sejarah Islam. Walaupun tidak semua tapi setidaknya aku
bisa menikmati tempat-tempat yang dikisahkan dalam novel. Seperti sungai Donau
atau Danube, bukit Kahlenberg, restoran Deewan (terkenal dengan slogan makan
sepuasnya, makan seikhlasnya), gereja St. Charles (memiliki atap berbentuk
kubah), museum kota Wina, Boulevard Saint Michel, museum Louvre, Arc de
Triomphe du Carrousel (monumen berbentuk pintu gerbang), dan tentu saja si
cantik Eiffel. Takjub deh dengan semua
setting tempat dalam film ini.
Lalu kisah ceritanya? Biasa saja. Terkesan datar. Tidak
ada hal menarik yang membuatku berdebar menunggu detik demi detik hingga film
ini berakhir. Selain hanya keinginan melihat tempat-tempat bersejarah. Beberapa
adegan dialog juga terlihat dibuat lama untuk menyuguhkan setting tempat. Selain juga kekerasan suara yang terkadang berbeda.
Maklum beberapa tempat seperti museum tidak diperkenankan ada suara sehingga
dialog dibuat dubbing. Katanya sih,
hehehe.
Sumber: sonwill.com |
Kualitas akting? Cukup bagus. Walaupun ada beberapa
adegan yang tidak cukup membuat terhanyut dalam film. Lagi-lagi terkesan datar.
Secara keseluruhan film ini cukup menarik. Pesan-pesan
yang disampaikan dalam film tentang bagaimana kehidupan muslim di Eropa juga patut
diacungi jempol. Tidak terkesan menggurui. Sebagaimana yang dikisahkan dalam
novel. Untuk penggemar dokumentasi tempat-tempat sejarah, tidak ada salahnya
menonton film ini. Dijamin melongo deh.
Hihihi.
Sekian reviewku tentang film 99 Cahaya
di Langit Eropa, sampai jumpa direview yang lain. Oh ya, bocoran dikit. Masih ada
sekuel dua lho untuk film 99 Cahaya
di Langit Eropa. Tentu dengan setting
tempat di Cordoba dan Turki.
comment 0 komentar
more_vert~~falkhi~~