Ruang praktek
dokter kandungan:
“Suami ibu menunggu diluar?” tanya dokter seraya
memandangi kertas hasil pemeriksaan.
“Saya sendiri, dok. Suami masih dikantor.”
“Ya. Ya. Hasil pemeriksaannya
ini....bla..bla..bla..” Aku mendengarkan keterangan dokter sambil melirik
pasien sebelah yang sedang bercengkrama dengan suaminya.
Toko perlengkapan
bayi:
Aku asyik memilih beberapa pakaian bayi. Seorang
pelayan menghampiriku.
“Ini baru datang kemarin bu. Model baru,”
tunjuknya pada deretan pakaian yang terdisplay
di rak paling atas.
Aku mengikuti sarannya. Mengambil pakaian di rak
paling atas. Modelnya sederhana, tapi lucu dengan gambar-gambar kartun dibagian
depan.
“Ibu kok sendiri saja. Bapaknya ndak ikut?”
Toko pakaian
wanita:
Aku berdiri di deretan baju khusus ibu hamil.
“Ini bagus nggak, mbak?” tanyaku pada pelayan yang
berdiri mengamati pengunjung toko. Tepat disebelah kanan deretan baju khusus
ibu hamil.
“Bagus. Cocok dengan ibu.”
“Dibandingkan dengan baju ini, lebih bagus mana?”
Aku menunjukkan baju yang lain.
“Mmm... lebih cocok yang ini, bu.” Pelayan itu
menunjuk baju pertama. Aku mengambil kedua baju dikedua tangan. Membandingkan
dengan teliti. Walaupun akhirnya tetap bingung akan memilih yang mana.
Dua-duanya membuatku tertarik. Tapi aku harus memilih salah satu. Budgetnya nggak cukup sih. Hehehe.
“Coba ibu datang sama suami, mungkin bisa lebih
mudah memilih,” kata pelayan tersenyum. Aku ikut tersenyum.
“Suami saya sedang bekerja mbak.”
Warung Gudeg
Langganan:
Aku memilih duduk dikursi pojok. Dekat jendela.
Seorang pelayan datang menghampiri.
“Mau langsung pesan atau masih menunggu bapak, bu?”
tanya pelayan ramah.
“Langsung pesan, mbak. Bapak masih dikantor.”
“Oh, Maaf.” Pelayan menyerahkan daftar menu
padaku. “Biasanya ibu hamil jarang jalan sendiri,” lanjutnya kemudian sambil
tersenyum. Aku menoleh dan membalas senyumannya.
Ayaaaaaaah!!!
Ingin aku berteriak sekeras mungkin memanggil suami. Benar-benar deh hari ini bikin bete. Empat orang ditempat berbeda menanyakan dimana suamiku.
Merasa heran. Aku berjalan sendiri dengan tubuh seperti balon.
Aku memang tidak seperti istri-istri yang lain. Kemana-mana bergandengan
tangan dengan suami. Sedangkan aku? Lebih sering sendiri. Lha, mau bagaimana lagi. Suamiku punya pekerjaan yang bertumpuk
dari pagi hingga sore. Bahkan mungkin mengalahkan ketingggian gunung Merapi.
Hehehe.
Setiap bulan suamiku juga tidak pernah absen keluar kota. Dari kota di
ujung barat Indonesia hingga ujung timur. Semuanya pernah dikunjungi. Bahkan
hidangan oleh-oleh khas bermacam-macam daerah hampir selalu ada di meja tamu
rumah kami. Maklum sebelum hidangan tersebut habis, suamiku sudah berangkat
lagi ke kota yang lain. Benar-benar seorang yang sibuk.
Kadang sempat juga kesal dengan kesibukaannya. Dengan atasannya. Dengan
teman-temannya. Lho? kok jadi
kemana-mana ya. Hehehe. Alasannya suamiku adalah orang pertama yang sering
diminta bantuan oleh semua teman dan atasan dikantornya. Membantu melobi,
membantu mengerjakan tugas, bahkan membantu membuat laporan yang harus
dikerjakan diluar kota. Anehnya, suamiku merasa senang-senang saja diminta
bantuan. Sebal banget. Sekali-kali menolak kan bisa tho? Mereka juga jarang bantu pekerjaan ayah. Protesku pada suami.
Suamiku hanya tersenyum. Lalu berkata pelan. Tangan di atas itu lebih baik
daripada tangan di bawah. Aku hanya bisa berwajah manyun.
Itulah suamiku. Ringan tangan. Bukan untuk hal buruk lho. Jadi kalau nanti dijalan melihat ada wanita dengan perut balon
hanya berjalan sendirian, nggak usah heran. Bisa jadi itu aku. Tolong jangan
ditanya ya. Dimana suami ibu. Karena bisa bikin aku menjadi super woman, trus menjotos wajah si penanya. Hehehe. Becanda
ding!
Hari sudah menjelang sore. Aku berangkat ke Semarang. Kota tempat aku
belajar. Walaupun perutku seperti balon, tapi aku tidak pernah putus semangat
untuk belajar lagi. Kata-kata yang aku ingat adalah belajarlah sampai ke liang
lahat. Jadi, tidak ada larangan bagi orang yang sudah tua untuk belajar lagi. Ups. Kok jadi mengaku ya kalau aku sudah tua. Hihihi.
Jam 09.00 malam. Aku sampai dikos. Lalu tidak sengaja melihat kalender. Lho? besok hari ulang tahunku ternyata.
Yah, sayangnya aku sedang sendiri. Tidak bersama keluarga. Aku pandangi layar
handphone ditangan. Suami dan dua orang anakku sedang tersenyum ceria disana. Eh, jadi buka kartu lagi deh. Kalau ternyata balonku kali ini
bukan kali pertama. Hehehe.
Capek dalam perjalanan, membuatku tertidur sebelum jam 12 malam. Keesokan
paginya, aku segera membuka handphone. Semangatku langsung meluncur turun ke
dasar jurang. Kok nggak ada ucapan dari suami ya? Apa suamiku lupa kalau hari
ini ulang tahunku? Aku menarik napas panjang. Kecewa.
Pukul 07.00 wib. Tok. Tok. Tok. Suara dari pintu kamar.
“Masuk saja,” ucapku bermalas-malasan sambil duduk menghadap notebook di
meja belajar.
“Happy birthday, mbak.” Seorang
adik kosku membuka kamar sambil membawa tart ulang tahun berwarna coklat. “Ini
titipan dari suami mbak. Kemarin kirim pesan untuk minta tolong membelikan
coklat. Khusus buat hari ulang tahun mbak,” jelasnya menyodorkan tart
dihadapanku.
Aku melongo. Suamiku ternyata tidak lupa. Ayaaaaaaah!!! I Love you. Ingin
aku berteriak dan memeluk suamiku. Mengucapkan terima kasih. Sayangnya yang ada
dihadapanku adalah seorang makhluk cantik. Bisa berabe kan kalau aku peluk trus teriak-teriak histeris seperti itu.
Hihihi.
“Terima kasih ya, dik.” Aku menerima tart tersebut dan meletakkannya di
atas meja belajar. Tiba-tiba, brrrtttt. Bunyi handphone bergetar di atas meja.
Menandakan ada pesan masuk. Aku meraih handphone. Ternyata... ucapan selamat
ulang tahun dari suami. Sekaligus permintaan maaf karena hanya bisa mengirimkan
tart coklat. Mataku berkaca-kaca. Terharu.
Ayah memang bukan suami siaga. Tapi ayah selalu menyiagakan hati dan
pikirannya untukku. Terima kasih ayah. Balasan sms buat suamiku.
Sebagai seorang istri, kita selalu berharap memiliki suami yang siaga. Kapan
pun kita butuhkan. Tetapi sebenarnya yang paling penting adalah memiliki suami
yang siap menjaga hati dan pikirannya untuk selalu mencintai dan mengasihi kita.
Jadi buat emak-emak yang sering kemana-mana hanya berteman sandal jepit. Nggak
perlu galau bin iri dengan yang selalu berdua. Jadikanlah itu sebagai
kenikmatan hidup karena terkadang ada orang yang menginginkan pergi kemana-mana
sendiri. Eh ternyata malah nggak bisa. Masih enak kita kan? Hehehe.
comment 0 komentar
more_vert~~falkhi~~