Buku
pelajaran adalah salah satu sumber belajar yang banyak digunakan dalam proses
pembelajaran di Indonesia. Baik dalam bentuk buku teks maupun dalam bentuk
bahan ajar atau lembar kegiatan siswa. Praktis dan murah. Itulah salah satu
alasan guru ketika menggunakan buku teks sebagai sumber belajar di kelas.
Bagaimana
sebenarnya kualitas buku pelajaran yang beredar di Indonesia?
Sumber: kidsklik.com |
Berdasarkan
pengalaman, buku-buku pelajaran di Indonesia masih belum dapat dikatakan
bermutu. Terutama dalam hal mengembangkan kreativitas siswa. Lihat saja, bentuk
buku teks, bahan ajar atau lembar kegiatan siswa selalu monoton dengan
persentase tulisan hampir 80% dari isi buku. Tidak hanya itu, tulisan-tulisan
tersebut merupakan pembahasan teori keilmuwan dengan menggunakan bahasa ilmiah.
Sehingga sering membuat siswa kesulitan menerjemahkan dalam bahasa mereka.
Akibatnya buku pelajaran hanya sebagai pendamping dalam belajar, dan syarat
mengikuti pelajaran. Sebab guru terkadang mewajibkan memiliki buku teks sebagai
sumber belajar.
Buku pelajaran
tidak hanya menoton dalam hal visual. Tetapi juga dalam konteks kurikulum. Misalnya,
buku pelajaran untuk kurikulum 2013 tidak jauh berbeda dengan KTSP ataupun KBK.
Perubahan hanya dilakukan pada cover, isi konten, dan tujuan pembelajaran.
Sebagaimana yang ditetapkan dalam kurikulum. Padahal dalam kurikulum 2013,
proses pembelajaran ditekankan pada pendekatan ilmiah dan kemampuan untuk
mengembangkan kreativitas. Tetapi buku-buku pelajaran yang tersedia, masih
berwajah sama dengan tahun-tahun sebelumnya. Jika demikian, bagaimana
kreativitas dapat berkembang? Bagaimana mutu kualitas pendidikan dapat
meningkat?
Pada
dasarnya pendidikan adalah tanggung jawab semua warga masyarakat. Bukan hanya
pada guru, ustad, sekolah, ataupun pemerintah. Dalam hal buku pelajaran, maka
penulis dan penerbit juga bertanggung jawab untuk menyediakan buku pelajaran
yang berkualitas. Lalu bagaimana menyediakan buku pelajaran yang berkualitas?
Sumber: blogspot.com |
Coba kita
belajar pada buku-buku bentuk komik buatan Korea, yang sudah digunakan dalam
pembelajaran di negara asalnya. Buku keilmuwan tersebut dikemas dengan tampilan
visual yang menarik. Pemaparan konten materi secara rinci dan mendalam, tetapi
disajikan melalui kisah sehari-hari dengan menggunakan bahasa sederhana.
Sehingga membuat siswa lebih mudah memahami suatu konsep materi kelimuwan.
Siapakah penulis buku tersebut?
Jika kita
perhatikan tim penulis dari buku-buku bentuk komik buatan Korea tersebut terdiri atas tiga profesi. Yaitu
penulis, profesor dan guru. Mengapa buku tipis dengan gambar dan bahasa
sederhana tersebut harus ditulis oleh tiga orang dengan profesi berbeda?
Tentu saja
untuk menyediakan buku pelajaran yang berkualitas dan sesuai dengan tuntutan
kurikulum. Awalnya penulis sebagai tim kreatif akan membuat suatu tulisan
dengan tema sesuai tuntutan kurikulum. Agar tulisan tersebut benar-benar tidak
melenceng dari tujuan kurikulum dan karakteristik keilmuwan, maka hasil tulisan
di evaluasi oleh seorang profesor sebagai ahli kurikulum dan keilmuwan. Hasil
validasi dari profesor kemudian diserahkan pada guru. Mengapa? Sebab guru yang
paling mengetahui kebutuhan dan pelaksanaan pembelajaran di lapangan.
Selanjutnya setelah mendapat validasi dari guru, buku pelajaran siap cetak dan
diterbitkan. Dengan proses berbentuk segitiga antara penulis, profesor, dan
guru, buku pelajaran yang tersedia akan berkualitas. Selain itu sesuai dengan
kebutuhan siswa dan selalu up to date
terhadap perkembangan teknologi.
Sebenarnya di
Indonesia terdapat tim assesor buku pelajaran yang terdiri dari para pakar
keilmuwan. Namun sayangnya setelah dari assesor, buku tersebut langsung naik
cetak dan terbit. Tidak ada validasi dari guru. Akibatnya buku-buku pelajaran
terkadang tidak sesuai dengan situasi di lapangan.
Ada baiknya
saat ini pusat perbukuan atau pun pihak penerbit memberikan kesempatan
kolaborasi penulisan buku pelajaran berbentuk segitiga kepada para penulis, profesor
dan guru. De ngan tujuan buku pelajaran yang beredar menarik, memiliki nilai
pengembangan kreativitas dan sesuai dengan proses pembelajaran di dalam kelas. Proses
kolaborasi segitiga antara penulis, profesor, dan guru juga untuk mengurangi keluhan
buku pelajaran mengandung konten pronografi, tidak sesuai dengan karakteristik
siswa, atau bahasa ilmiah yang tidak dipahami.
Mari dukung
buku pelajaran Indonesia!
comment 0 komentar
more_vert~~falkhi~~