“Tak mudah ku lupakanTak mudah berceraiSelalu ku rindukanDesaku yang permai”
Desaku yang permai, segar ya? |
Ada yang ingat petikan lirik lagu di atas? Ya, benar. Lirik
di atas adalah penggalan dari lagu DESAKU YANG KU CINTA karya L. Manik. Sebagai
orang yang lahir dan hidup di desa, lirik tersebut sangatlah bermakna. Apalagi jika desa tersebut tidak hanya permai namun juga
memiliki keindahan. Seperti yang ada di desa Betek Taman, kecamatan Gading, kabupaten Probolinggo, Jawa
Timur.
Desa yang berjarak sekitar 18 km dari jalan raya Pantura Kraksaan Probolinggo ini ternyata memiliki air terjun yang menawan. Air terjun tersebut berada di kawasan hutan miliki perhutani yang masih masuk wilayah desa Betek Taman. Lokasinya berada di bagian selatan desa dan
berbatasan dengan wilayah kecamatan Krucil.
Desas-desus keberadaan air terjun yang katanya menawan membuat saya penasaran. Saya
kemudian mendaftarkan diri untuk ikut sebagai anggota rombongan ketika para perangkat desa
Betek Taman hendak melakukan rekaman potensi wisata desa.
Rombongan berangkat dari kantor
desa menggunakan sepeda motor. Mayoritas tidak berboncengan karena medan yang
akan dilalui tidak mudah. Sekitar 3 km jalan yang dilalui cukup mulus karena merupakan
jalan utama desa. Setelah itu, ketua rombongan memasuki jalan kecil. Lebarnya
tidak lebih dari 1 meter. Jalan ini merupakan jalan-jalan setapak ladang hingga
jalan di pematang sawah. Berliku-liku dan sebagian besar merupakan tanjakan.
Bukan tanjakan curam sih tapi namanya tanjakan tetap membuat heboh perut kan?
Hahaha.
Jalan yang dilalui bukan hanya tanjakan berliku nan sempit,
tetapi juga harus melalui jembatan bambu yang aduhai membuat saya harus
berjalan kaki karena jembatan tidak berpagar. Sedangkan, arus air dan batu-batu
besar bermunculan dari bawah jembatan. Hiii, membuat bulu kuduk berdiri. Gak
lucu kan kalau saya kecebur sungai bersama sepeda motor? Bukan lucu ya tapi
bahaya, hehehe. Karena itu, saya terpaksa berjalan kaki dan meminta tolong
orang di belakang saya untuk mengendarai sepeda motor hingga mencapai seberang
sungai.
Penampakan batu-batu sungai |
Jalan setapak yang sebagian juga merupakan pematang sawah
itu kemudian berakhir di halaman rumah seorang penduduk. Mungkin sekitar 2 km,
saya olahraga jantung karena harus mengendarai sepeda motor seorang diri.
Alhasil saya tidak bisa merekam perjalanan. Bagaimana mau merekam kalau saya
harus fokus pada keseimbangan mengendarai sepeda motor agar tidak terperosok.
Belum lagi rombongan beriringan sehingga jika saya berhenti tiba-tiba, ada dua
kemungkinan yang akan terjadi. Pertama, saya akan ditabrak dari belakang.
Kedua, saya akan membuat kemacetan panjang. Saya tidak ingin keduanya terjadi,
maka saya memilih untuk tidak memotret selama dalam perjalanan. Padahal ini
penting sekali kan? Hiks.
Setelah menitipkan sepeda motor di salah satu rumah
penduduk, rombongan mulai berjalan kaki menuju air terjun. Saya tidak tahu
berapa jauh dan lamanya perjalanan ini. Maka jadilah saya hanya mengikuti dari
belakang.
Jalur pertama : lewat pematang sawah |
Awalnya rombongan berjalan menyusuri sawah dan menyeberang
jembatan. Setelah itu, memasuki rimbunnya hutan. Hutan pertama adalah hutan
kopi milik penduduk. Sehingga masih terkesan landai. Uniknya, saya menemukan
beberapa turbin air di sini. Ya, dusun yang termasuk perbatasan desa ini tidak
menggunakan PLN sebagai sumber utama penerangan. Mereka berswadaya dan dibantu
salah satu perusahaan untuk membangun kincir air di sungai-sungai yang mengalir
lancar. Kincir air ini menghasilkan penerangan bagi masyarakat sekitar dusun.
Kincir air sebagai sumber energi listrik |
Biasanya saya melihat kincir dalam bentuk vertikal alias
berdiri dengan roda-roda besar yang berputar. Nah, kincir air di sini berbeda.
Rodanya dibangun secara horizontal alias berputar di permukaan air. Katanya
sih, bentuk ini menyesuaikan dengan tipe sungai yang ada. Sungai di sini
dangkal tetapi memiliki aliran yang cukup deras dan tetap mengalir kala
kemarau. Oleh sebab itu, kincir dibangun secara mendatar. Selain itu, kincir
model ini juga untuk menghindari kerusakan saat terjadinya banjir.
Kincirnya kecil |
Kincir dibangun tidak pada aliran sungai yang sesungguhnya.
Melainkan pada aliran buatan yang dibuat melingkari sungai yang sesungguhnya.
Keunggulan aliran buatan adalah debit air akan selalu sama sekalipun sungai
dalam kondisi kemarau atau pun penghujan.
Aliran air sungai buatan |
Setelah melewati hutan kopi, rombongan bertemu dengan hutan
tropis. Ada banyak tumbuhan pakis disini. Beberapa orang dalam rombongan
sengaja memetik pakis hutan yang ditemui di sepanjang perjalanan untuk
dijadikan sayur ketika pulang. Hm, rasanya lebih yummy lho dibandingkan dengan
pakis yang dibudidaya.
Jalan setapak |
Beberapa saat kemudian, rombongan berhenti untuk
mengistirahatkan otot kaki yang mulai kelelahan. Waktu yang ditempuh saat itu
sudah mendekati 1 jam perjalanan. Setelah mengisi perut dengan air dan
melemaskan otot kaki, perjalanan berlanjut. Kali ini hutan berakhir dan
memasuki padang ilalang. Sekitar 500 m selanjutnya, hutan tropis kembali
menyapa. Kali ini hutannya yang cukup lebat dengan tanjakan-tanjakan landai.
Cukup membuat saya harus berkali-kali menghirup napas untuk menjaga kondisi
agar tidak pingsan di jalan, hahaha.
Melewati padang ilalang |
Setengah jam kemudian, kami memasuki kawasan hutan yang
dipenuhi oleh cahaya matahari. Hanya ada beberapa pohon yang terlihat
menjulang. Sehingga kawasan terlihat terang benderang. Lalu, terdengar
gemericik air, semakin lama semakin keras. Dan ternyata itulah air terjun yang
ingin kami datangi.
Air terjunnya cukup tinggi |
Terdapat dua air terjun yang berdampingan. Satu air terjun dengan ketinggian menjulang dan aliran air yang sempit. Satu lagi memiliki ketinggian yang rendah tetapi aliran airnya lebar. Kami segera beramai-ramai mencelupkan kaki di sepanjang aliran dari air terjun. Rasanya dingin. Beberapa orang bahkan mencoba meminum air langsung dari air yang jatuh melalui celah-celah batu. Rasanya nyes, segar. Masing-masing orang kemudian posisi untuk istirahat dan membuka bekal makanan yang dibawa.
Saya sendiri langsung duduk sambil mencelupkan kaki di
aliran air terjun yang landai. Ambil foto sebagai dokumentasi sebelum membuka sebungkus
nasi. Makan sambil mendengarkan lagu alam dan menggerakkan kaki di aliran air
sungguh merupakan nikmat yang tiada tara.
Pose dulu di air terjun kedua |
Setelah makan, saya kembali berfoto-foto dan berbincang
dengan bapak-bapak rombongan. Ketika berbincang ini saya baru tahu kalau air
terjun ini adalah tujuan pertama. What? Saya masih terbengong ketika kepala
desa mengatakan ada air terjun kedua yang letaknya di seberang air terjun
pertama. Artinya, perjalanan belum berakhir. Hiks, padahal sepatu saya sudah
jebol. Untunglah masih ada sepasang sandal yang saya bawa di dalam tas.
Jalanan tanpa petunjuk, hehe |
Puas berfoto dan berisitrahat, rombongan kemudian beranjak
melanjutkan perjalanan ke lokasi air
terjun kedua. Kami melewati padang ilalang yang hijau dan beberapa kali
menyeberangi sungai kecil tanpa jembatan. Jadi, kami hanya mengandalkan
batu-batu yang menjulang di atas permukaan air. Namun, beberapa batu terlihat
banyak dipenuhi lumut. Membuat kami harus berhati-hati dalam melompat. Walaupun
berhati-hati ternyata satu orang bapak anggota rombongan tergelincir dan sukses
mandi air sungai. Akhirnya saya dan rombongan yang berada di bagian belakang terpaksa
menyebarangi sungai tanpa melompat. Ya, lebih baik sepatu basah daripada
seluruh badan yang basah, iya kan? Hahaha.
Air terjun kedua ternyata mirip dengan air terjun pertama.
Ada dua air terjun di tempat ini. bedanya jika di lokasi pertama, air terjunnya
berbeda ketinggian maka di lokasi kedua ini air terjunnya berada dalam satu
ketinggian. Keduanya hanya terpisah oleh bebatuan dan tumbuhan yang merambat.
Sehingga jika dilihat dari jauh, air terjun terlihat seperti tirai yang
menaungi sebuah gua. Eh, tapi memang di lokasi kedua ini terdapat ceruk di
dekat air terjun. Ceruk ini cukup dalam sehingga tampak seperti gua kecil.
Cocoklah untuk tempat bertapa, hehehe.
Air terjun kedua |
Ada tempat bertapa, hehe |
Kami tidak begitu lama di tempat ini. hanya sekedar
mengambil dokumentasi dan beristirahat. Mengambil nafas seraya mengembalikan
tenaga agar kuat untuk berjalan kembali. Tiba-tiba di sini saya kembali
dikejutkan dengan berita bahwa ini bukan tujuan terakhir. Haaa? Masih ada
lokasi ketiga, ucap bapak kepala desa. Lokasinya tepat berada di samping atas
lokasi kedua. Hiyaaa.. artinya masih harus naik-naik puncak gunung nih. Duh, beginilah
nasib kalau ikut rombongan tanpa bertanya.
Selesai menuntaskan lelah, rombongan mulai bergerak menuju
lokasi ketiga. Awalnya rombongan melewati bebatuan dan padang ilalang yang
landai. Lalu, setelah itu terdapat tebing tanah yang tingginya sekitar 3 meter.
Awalnya saya cuek, karena saya pikir jalan yang akan dilewati memutar. Tetapi,
saya melihat bapak-bapak merayap di tebing tersebut seraya berpegangan pada akar
pohon yang menjuntai. Eh, ini beneran saya harus merayap di tebing. Saya
menoleh bapak-bapak di belakang, dan mereka mengangguk.
Hayo, orangnya ada di sebelah mana? |
Satu bapak bertanya, apakah saya bisa melewati tebing ini? Duh!
Ini menakutkan. Tetapi kalau tidak dilanjut sayang, pengorbanan sudah setinggi
langit, hehehe. Saya menganggukan kepala dengan mantap walaupun dalam hati
masih ragu, perjalanan seperti apalagi yang akan ditemui selanjutnya.
Merayapi tebing tanah yang agak gembur sambil berpegangan
pada akar pohon yang menjulur dan semak perdu yang tumbuh kuat membuat saya
harus berkonsentrasi penuh. Jangan tanya foto perjalanan deh, ini bukan lokasi
yang instragramable, hehehe.
Setelah sampai di atas, perjalanan kembali memasuki hutan
tropis. Tidak ada jalan setapak, kami melewati tumpukan daun-daun yang banyak
menutupi tanah. Kembali kami melewati sungai dan kemudian tampaklah kembali
tebing tanah seperti sebelumnya. Bapak-bapak yang berada di rombongan awal tampak
sedang berisitirahat di batu besar yang menjulang. Saya juga diminta duduk
sejenak. Saya kira karena melihat saya lelah. Ulala... ternyata tidak. Saya
diminta duduk karena jalan untuk ke lokasi masih dibersihkan. Alias rombongan
ini adalah rombongan pioneer untuk membuka jalan ke air terjun. Hyaa...
Naik-naik mencari jalan |
Setelah rombongan awal yang membawa berbagai macam alat
tajam seperti sabit dan pisau memberikan kode, kami segera berdiri. Menyusul
mereka melewati tebing tanah yang berlanjut dengan hutan tropis. Sayangnya,
hutan ini tidak landai. Dataran tanah mulai menanjak walaupun tidak curam. Namun,
sekitar 15 menit kemudian, kami melihat aliran air yang indah di kejauhan. Yee,
itu air terjun ketiga. Saya menjerit dalam hati khawatir masih banyak monyet di
hutan ini. Bisa berabe kalau saya juga dikira teman mereka, hihihi.
Air terjun ini paling menawan |
Air terjun ketiga
berbeda dengan sebelumnya. Ini air terjun tunggal dengan jarak yang tinggi dari
permukaan tanah. Alirannya cukup deras sehingga tampak cantik dan indah dari
kejauhan. Lebih menawan dibandingkan air terjun pertama dan kedua. Beberapa anggota
rombongan langsung mendekati air terjun dan membasahi badannya. Puas-puasin
mandi sambil menyegarkan badan agar energi kembali.
Ada tumbuhan di pinggir aliran air |
Setelah istirahat, bermain air, dan meminum bekal yang masih
tersisa, kami bersiap untuk pulang. Kembali melewati hutan tropis, tebing,
padang rumput, pamatang sawah, dan berakhir di halaman penduduk yang kami
titipi kendaraan. Perjalanan pulang ternayata lebih cepat daripada saat
berangkat. Hanya dalam waktu sekitar satu setengah jam kami sudah tiba di lokasi
penitipan sepeda motor. Berbeda dengan keberangkat yang perjalanannya hampir
mencapai dua jam.
Dimanakah jalan untuk pulang? |
Bertemu kendaraan tidak lantas membuat saya lega, sebab
masih harus meliuk-liukkan sepeda motor di jalan yang terjal dan sempit. Apalagi
harus melewati jembatan kembali. untunglah saya akhirnya bisa sampai di jalan
utama desa dengan selamat. Rasanya lega banget dan bersyukur saya diberi
kesehatan untuk menjeleajah desa sendiri.
Begitulah cerita saya saat menjelajah desa dan menemukan air
terjun menawan di desa Betek taman, Probolinggo. Kalau kamu, apa yang ditemukan
saat menjelajah desa atau kota tempat
tinggalmu?
comment 0 komentar
more_vert~~falkhi~~